“Seperti biasa yah?”
Tanya seorang pelayan caffe
pada gadis berhijab hitam yang baru saja merebahkan tubuh mungilnya pada sofa
merah di sudut caffe Ice Cream Corner. Gadis itu mengangguk mengiyakan, senyum
kecil melengkapi pesonanya yang memang terkenal ramah pada semua pelayan di
caffe tersebut. Selang beberapa menit sang pelayang menyuguhkan secup ice cream
strawberry dengan menu pendamping sepiring brownies coklat yang menjadi menu
favoritenya setiap berkunjung ke caffe tersebut.
Jemari lentiknya terus menari diatas layar handphone, bola
matanya terus berayun mengikuti bait-bait kalimat yang terpapar penuh arti
dibalik layar, hanya ia dan seseorang di seberang sana yang tahu kalimat apa
yang membuat gadis itu terus tersenyum melayang bak surga di kelopak mata.
“Kita pacaran?” Bisik Kirana sembari membaca ulang
isi messages yang ia terima barusan.
Sebut saja ia Kirana, remaja 18 tahun yang selalu mengukir story
menjadi memory berarti dalam sanubari, periang dan ramah sosoknya dalam keadaan
apapun hanya satu lukisan terindah yang slalu nampak dari raut kemayunya,
Tersenyum. Fake smile memang sulit, tapi Kirana selalu berusaha menutupi
kekosongan jiwa, kehampaan hati dan kegersangan hari-harinya dengan senyuman
meski itu palsu dan menipu semua orang bahwa ia baik-baik saja.
Sudah cukup lama ia menutup hatinya rapat, terkunci. Tanpa
celah. Menolak semua yang mencoba masuk, mencoba menjebol pertahanan gadis itu.
Bukan takut jatuh cinta? Ia hanya belum siap, luka lama masih basah dihatinya,
wajar saja ia lebih berhati-hati. Sudah ia coba sebelumnya mencintai pria lain,
apa daya? Hati memang bukan mata yang bisa melihat? Tapi hati bisa merasakan
apa yang mata lihat namun tak terasa olehnya. Hubungan itu kandas dan part
selanjutnya Kirana hanya menunggu.
Hari demi hari ia lewati tanpa keluhan, apapun itu be
strong prinsipnya. Hanya ice cream dan cupcake bulan yang selalu mengerti, ehm?
Entah darimana awalnya Kirana bisa menyukai semua yang berwujud rembulan,
apapun itu tak terlewatkan jika itu ada kaitannya dengan benda angkasa yang
selalu bersinar terang di kala malam datang, ia menganggap bulan sebagai teman
hidup yang mengerti kegelapan jiwanya , memberi cahaya disudut hati. Setiap
pagi tak pernah absen cupcake bulan dalam agendanya, mencari cupcake bulan
merupakan planning utama setiap hari, dikala malam tiba bulan di angkasa lah
yang menemani hingga fajar kembali menyingsing.
Toko cupcake coklat itupun sudah sangat hafal jam
kemunculan Kirana, hihi kayak penampakan aja. Bagaimana tidak? Jika setiap hari
ia merupakan pelanggan tetap dengan cupcake yang sama? Apa nggak bosan? Tentu
tidak bagi Kirana, kalau ice cream mungkin ia berganti selera lebih tepatnya
mencoba semua ice cream mulai yang jadul hingga terpopular contoh yang trend
sekarang Froster yah? Mungkin sudah selayaknya Kirana di nobatkan sebagai gadis
wisata kuliner ice cream di kotanya.
Menyicip sepotong brownies coklat dihadapannya, senyum
simpul terus merekah tatkala seseorang yang ia tunggu akhirnya peka dengan
perasaan yang lama ia pendam. Kirana jatuh hati pada pria pemilik senyum
berginsul, kali ini ia jatuh hati, jatuh sejatuh jatuhnya. Dan ia yakin itu.
Pemilik senyum berginsul yang berhasil mencuri
perhatiannya, mengusik fikirannya, menggoyahkan logikanya dan masuk ke dalam
hidupnya mengambil stir utama dan memutar haluan membawa Kirana jauh dari
keterpurukkan masa lalu, mengantarkan pada singgasana cinta di masa depan.
Sanggupkah pria tersebut mengobati luka lama Kirana?
“Iya, kita
pacaran!” Jawaban singkat menyudahi kerisauan hati Kirana, bagaimana tidak,
kurang sabar gimana lagi ia ketika jatuh hati pada seorang pria yang dimiliki
wanita lain? Menunggu kepastian dibalik perhatian yang sering ia terima, arus
cinta yang ada dihatinya tak tentu arah, terus mengalir hingga tak jelas akan
bermuara pada tepi kebahagiaan atau akan masuk dalam pusaran luka jika cintanya
ternyata bertepuk sebelah tangan? Meski kini status mereka sudah resmi pacaran,
Kirana tetap membuka hati setengah, tak ingin memaksa jika pintu hatinya masih
rapuh.
Pria pemilik senyum berginsul, sebenarnya nama pria itu
Dhio hanya Kirana punya sebutan khusus mungkin biar lain dari yang lainnya
saja, selain periang gadis ini kadang romantis juga sih. Dan itu termasuk poin
utama Dhio mendekati Kirana karna ia juga tau story gadis tersebut makanya Dhio
lebih berhati-hati menyikapi gadis yang sekarang ia sebut kekasih. Meski belum
lama mengenal Dhio, Kirana merasakan kenyamanan yang sempat menghilang dari
hidupnya, Dhio alasan ia bertahan saat ini. Dhio tak menjanjikan banyak pada
kekasihnya ia hanya berusaha membuat Kirana beranjak pergi dari gelapnya
bayang-bayang masa lalu.
“Dan ketika
kau meninggalkan ku dan bersama yang Lain, Aku hanya terdiam tak banyak berkata
serta menuntut lalu berpaling menahan airmata” Kirana mengirimkan pesan singkat
sebagai ungkapan hati yang mengerti, mengerti masih ada dan bukan hanya satu
wanita yang berperan dalam hidup Dhio, Kirana tau itu bahkan siap berbagi,
logikanya tak lagi ada seketika cinta menutup mata dan hati.
Bersama kekasih barunya ia membuka lembaran baru,
setidaknya Dhio paham betul apa yang pernah terjadi dalam hidup Kirana dan
menemani sang kekasih dalam jebakan nostalgia bagai drama yang sedang
berlangsung di pentas teater sebisa
mungkin Dhio memainkan perannya mengembalikkan kebahagiaan Kirana yang lama
terkubur.
Semua butuh proses, paling tidak Dhio bisa peka dan
membalas perasaan Kirana yang flashback terhadap pemilik senyum berginsul.
“Sial, network yang bisa kebuka saat ini facebook
doang !!” Gumam Kirana, mengambil handphone dan bergegas keluar rumah. Mau
kemana lagi kalau bukan ke Ice cream corner dan toko cupcake, tapi hari-harinya
lebih ceria dari minggu sebelumnya, sekarangkan hatinya sudah tak sendiri lagi,
meski demikian perasaan Kirana mulai resah tatkala membuka jejaring social dan
mendapati suatu kejanggalan pada account sang kekasih.
“Apa-apaan nih?” Kirana mengulang membaca sebuah
postingan dari account tersebut, Dhio mungkin sengaja atau ia tak paham apa
yang ia perbuat membuat Kirana cemburu? Sebuah postingan yang tertuju untuk
sang mantan? Sementara Kirana berusaha untuk tak perduli terhadap masa lalu
Dhio.
“Okeh, I’m Resign!” Kirana membalas postingan
tersebut, jemarinya bergetar, airmatanya menetes dari pelupuk mata ia tak mampu
membendung kecemburuannya, Dhio membuatnya terluka.
“Nggak ada yang bisa resign!!” Bantah Dhio dari
seberang sana.
“Chup, gw nggak mau ada yang terluka, begitupun
kamu.” Dhio menenangkan kekasihnya, ia tahu Kirana kecewa dan terluka, apa daya
ia tak mampu menyakiti wanita-wanita yang berperan dalam drama hidupnya.
Kirana mesti berlapang dada dan menerima sebab dari awal ia
pun sudah tau konsekuensi yang harus ia terima, ia harus berbagi dengan wanita
lain, yang lebih dulu ada sebelum kehadirannya. Dhio sudah terkenal sebagai
pencinta wanita itu sih bahasa halusnya doang, Dhio memang ahli menjinakkan
hati wanita andai ada penobatannya.
Menangis di jalan, Kirana tak perduli diliatin banyak
orang, kekecewaannya benar-benar sudah di ubun-ubun, sayangnya ia hanya bisa
diam dan tak membahasnya meski di sana Dhio pun berusaha menjelaskan dan
menenangkan, ia ingin menyudahi dan tak terjadi pertengkaran mungkin diam
adalah sikap dewasa untuk menjaga hubungan mereka. Kirana mengerti tak semudah
membalik telapak tangan ia memenangkan hati Dhio, hanya saja ia sakit jika Dhio
bersikap seolah Kirana tak berarti apa-apa? Memang ia yang terlalu berambisi
dalam hubungan itu, namun apa salah jika kini ia cemburu dan meminta sang
kekasih lebih mengerti?
Dhio memanggilnya Chup, sebenarnya sebutan itu sudah ada
sejak Kirana masih bersama kekasihnya yang dahulu? Kekasihnya yang meninggal di
saat detik-detik pernikahan mereka berlangsung, betapa terpukulnya Kirana
menerima kenyataan tersebut, dan memilih untuk berteman dengan kesendirian,
bermain dengan halusinasinya seolah sang kekasih masih ada di sisinya.
Tragedi yang menimpanya membuat Kirana hancur sehancur
hancurnya, tak banyak yang bisa ia lakukan, sejak kepergian sang kekasih ia
banyak berdiam diri di kamar dan tempat pemakaman kekasih, hingga ia memutuskan
untuk terjun ke dunia hitam membawanya pada pergaulan bebas mengantarkannya
pada perilaku menyimpang yang sama sekali bukan dunia Kirana, ia sadar tidak
semestinya ia jual diri sebagai alasan pelarian namun apa daya ia menganggap
kini hidupnya tak berharga dan tak berarti apa-apa tanpa sang kekasih. Dan dari
situlah pertemuannya dengan Dhio.
Dipertemuan pertama terjalin antara pelanggan dan seorang
wanita panggilan, Kirana jatuh hati namun tak sepenuhnya. Senyum Dhio
membuatnya merasakan keteduhan yang dulu ia dapat dari senyuman berginsul sang
kekasih. Kirana tidak memastikan itu cinta, sebab ia tidak percaya dengan
istilah jatuh cinta pandangan pertama, dan iapun meyakini bahwa ia sudah mati
rasa dan tak ingin lagi mengenal apa itu cinta.
“Gue nggak
kenapa-kenapa kok? Gue ngerti kalau lo masih sulit ngelupain mantan lo?” Balas
Kirana singkat.
“Lo bungsu chup, udah nggak ada lagi” Dhio meyakinkan.
“Bukan masalah di nomor berapa gue pada prioritas lo, gue
Cuma nggak mau kehilangan kedua kali.. yatuhan nyesek yah” batinnya menangis.
Secup ice cream menjadi penawar kegalauan Kirana siang itu,
cupcake bulan membuatnya sedikit tenang, dan berusaha melupakan postingan Dhio,
“Dhio manggil gue Chup? Yang berhak manggil gue chup Cuma pria yang gue
nobatkan sebagai ciput gue doang, apa Dhio udah pantas?” Ia tepiskan sejenak
pertanyaan yang menyesakkan dada, ia tahu tidak secepat itu Dhio meraih gelar
kebanggaannya. “Duh pemilik senyum berginsul, buat gue galau” Gumamnya.
Hari demi hari ia lewati bersama Dhio, kini ia mulai
terbiasa dan sedikit bisa menerima kenyataan kekasihnya yang memang takkan
pernah bisa lepas dari sang mantan, meski harus makan hati dan memendam luka
terpaksa ia jalani demi bertahan bersama Dhio. Cinta Kirana makin buta sebab
pada diri Dhio banyak hal yang ia rindukan dari sosok sang kekasih yang telah
meninggal. Kirana hanya bisa menerima meski sakit, terdiam meski perih dan mengalah
meski terluka ketimbang harus kehilangan lagi.
“Chup? Gue ngajar lo nakal yah?” tanya Dhio siang
itu.
“Nggak kok !”
Setiap kali mereka ketemu, Kirana selalu mengagendakan
planning tersebut pada hari rabu nostalgia, kebahagiaannya kini berada di
tangan Dhio, sebisa mungkin ia menjaga kekasihnya maklum trauma lama masih
sering kambuh, yang ia takutkan pemilik senyum berginsul itu turut menghilang
dan menyisakan luka yang lebih dalam.
“Ciput, berada didekat lo seperti ini tuh
membuat gue nggak pengen pisah
sedetikpun” Bisiknya dalam hati memeluk sang kekasih. Dhio tau gadis itu
mendekapnya erat dan membiarkannya menikmati moment yang mungkin akan Kirana
rindukan lagi saat mereka berjauhan, ia hanya bisa membalas pelukan Kirana dan
membuat gadis itu tetap merasa nyaman disisinya.
Setiap mereka bertemu, tak sedetikpun Kirana membuang waktu
untuk tak memeluk Dhio, sebenarnya Kirana tipe cewek yang senang dipeluk,
sewaktu bersama kekasihnya yang dulu ia sering minta dimanjakan dengan cara
dipeluk tak perduli meski ditempat umum, bersama Dhio ia harus tau jarak sebab
mengingat status hubungan mereka yang terlarang, tak perduli itu Kirana hanya
ingin Dhio tetap disisinya, apapun yang terjadi kecuali lagi lagi maut yang
memisahkan, itu sebait kalimat dihatinya.
“Gue nggak gampang sayang sama orang Chup?”
Entah ada angin apa kalimat itu terlontar begitu saja
keluar dari mulut Dhio, dan menoleh pada gadis dihadapannya.
Kirana diam seribu bahasa,
tubuhnya lemas, keringat dingin mulai mengucur ia khawatir Dhio akan minta
putus, “Jangan berakhir ciput, gue nggak mau?” Nafasnya tersengal, batinnya
berdesis.
Kirana mengangguk “Emang kenapa?”
“Gue tau lo nggak sayang
sama gue, tapi kasihanin gue dong? Gue sayang sama lo” Kirana memohon hatinya
terus mengemis.
“Tapi sekali sayang, gue pasti dalem banget, jadi
lo jangan heran kalau kelakuan gue seperti ini Chup” Lanjutnya.
“Gue nggak peduli, intinya gue mau sama-sama terus? Mau
kelakuan lo kayak setan sekalipun, intinya nggak mau pisah!!” Batinnya.
Yah Dhio mana mau dengar? Orang protesnya dalam hati.
Kirana tak mampu mengeluarkan sepatah kata, ia terus membisu namun dalam ia
menyimpan sejuta permohonan agar hubungan itu tak berakhir.
Kirana tak lagi memaksa Dhio melupakan mantannya, tak lagi
protes kecemburuannya, menurutnya kalimat-kalimat yang Dhio utarakan barusan
merupakan peringatan buatnya untuk tak lagi ikut andil dalam kisah masa lalu
Dhio.
Sampai dirumah pun Kirana masih terus memikirkan hal itu,
kata-kata Dhio terus terngiang, sesekali ia menangis memendam perasaannya, ia
hanya ingin dicintai dan hanya ingin dicintai oleh pemilik senyum berginsul
itu, tak ingin yang lain. Jika harus berkorban pun ia rela.
Satu bulan bukan waktu yang singkat mereka menjalin
hubungan, Kirana merasakan gairah hidupnya benar-benar kembali. Sesekali ia
menyempatkan diri ke makam Alam kekasihnya, menceritakan haru biru nostalgianya
bersama Dhio sih ciput barunya, mendoakan sang kekasih untuk tetap tenang
disisi yang maha kuasa, sesekali ia menangisi kepergian almarhum namun apapun
itu ia tetap berusaha ikhlas ditambah kehadiran Dhio membuatnya kembali berdiri
tegar karna menemukan penopang yang membantunya.
“Yaaaam, pemilik senyum berginsul itu nggak ada
bedanya sama kamu, sekarang kamu percayakan dia menjagaku, meski raganya tak
utuh untuk ku, aku trima kekurangannya dan takkan mengeluh karna bagiku
sekarang dia nafasku, semangat ku, miss you yaaaam” Ucapnya sembari menuangkan
air dari atas makam.
Tak ada lagi alasannya menangis, selain menangis bahagia.
Sekian lama berteman dengan kesendirian dan kesunyian jiwa Kirana mampu bangkit
menyalakan cahaya-cahaya di sudut hatinya, dengan bantuan Dhio ia berhasil
menyembuhkan luka hatinya.
Hingga hari itu takdir berkata lain. Kesalah pahaman yang
entah darimana asalnya membawa hubungan mereka pada pusaran pertengkaran,
menenggelamkan kisah nostalgia itu dalam. Kirana berusaha sebisa mungkin
bertahan namun tak bisa ia menahan Dhio memilih pergi, berlalu meninggalkan
Kirana tak menoleh sedikit pun.
“Dengan masalah besar yang di hadapi? Segini sajakah
perjuanganmu, untukku?” Lirihnya.
Secup es cream penenang hatinya, meski airmata terus
menetes Kirana berusaha tegar, jauh sebelumnya ia sudah pernah merasakan
sakitnya di tinggalkan.
“Lo menang Dhi’ !!!!!!!
Lo boleh teriak ! lo katakan sama semua orang ,
tuliskan di langit bahwa kita tlah usai !! ceritakan pada mereka dulu kau
berikan mimpi, dan mimpi itu hancur!! Aku terluka dalam !!” Batinnya terus
menangis
Kembali berteman dengan kesendirian, meski terus menunggu
Kirana tak bisa memaksakan. Seribu satu cara ia lakukan meminta Dhio kembali,
namun pemilik senyum berginsul itu tak menghiraukan. Kesakitan Kirana bertambah
seketika tahu semudah itu Dhio jatuh hati pada wanita lain sementara Kirana
disini masih terlalu berharap.
“Apa tuhan tidak
menyisipkan sedikit kebahagiaan untukku?” Tanyanya.
Dalam diam ia mencintai, dalam diam iapun terluka. Kirana
merasakan pahitnya untuk yang kedua kali.
“Kalau lo nggak punya rasa sama gue, setidaknya kasihanin
gue disini” batinnya menangis.
Perasaan memang tak bisa dipaksa, mungkin Dhio sudah lelah
berpura-pura menyayangi Kirana, dan memutuskan untuk mundur dari drama
nostalgia ini, tak perduli bagaimana hancurnya wanita yang mencintainya itu.