Sabtu, 31 Oktober 2015

Sentuhan Masa Lalu


                   “Seperti biasa yah?”
Tanya seorang pelayan caffe pada gadis berhijab hitam yang baru saja merebahkan tubuh mungilnya pada sofa merah di sudut caffe Ice Cream Corner. Gadis itu mengangguk mengiyakan, senyum kecil melengkapi pesonanya yang memang terkenal ramah pada semua pelayan di caffe tersebut. Selang beberapa menit sang pelayang menyuguhkan secup ice cream strawberry dengan menu pendamping sepiring brownies coklat yang menjadi menu favoritenya setiap berkunjung ke caffe tersebut.
          Jemari lentiknya terus menari diatas layar handphone, bola matanya terus berayun mengikuti bait-bait kalimat yang terpapar penuh arti dibalik layar, hanya ia dan seseorang di seberang sana yang tahu kalimat apa yang membuat gadis itu terus tersenyum melayang bak surga di kelopak mata.
                   “Kita pacaran?” Bisik Kirana sembari membaca ulang isi messages yang ia terima barusan.
          Sebut saja ia Kirana, remaja 18 tahun yang selalu mengukir story menjadi memory berarti dalam sanubari, periang dan ramah sosoknya dalam keadaan apapun hanya satu lukisan terindah yang slalu nampak dari raut kemayunya, Tersenyum. Fake smile memang sulit, tapi Kirana selalu berusaha menutupi kekosongan jiwa, kehampaan hati dan kegersangan hari-harinya dengan senyuman meski itu palsu dan menipu semua orang bahwa ia baik-baik saja.
          Sudah cukup lama ia menutup hatinya rapat, terkunci. Tanpa celah. Menolak semua yang mencoba masuk, mencoba menjebol pertahanan gadis itu. Bukan takut jatuh cinta? Ia hanya belum siap, luka lama masih basah dihatinya, wajar saja ia lebih berhati-hati. Sudah ia coba sebelumnya mencintai pria lain, apa daya? Hati memang bukan mata yang bisa melihat? Tapi hati bisa merasakan apa yang mata lihat namun tak terasa olehnya. Hubungan itu kandas dan part selanjutnya Kirana hanya menunggu.
          Hari demi hari ia lewati tanpa keluhan, apapun itu be strong prinsipnya. Hanya ice cream dan cupcake bulan yang selalu mengerti, ehm? Entah darimana awalnya Kirana bisa menyukai semua yang berwujud rembulan, apapun itu tak terlewatkan jika itu ada kaitannya dengan benda angkasa yang selalu bersinar terang di kala malam datang, ia menganggap bulan sebagai teman hidup yang mengerti kegelapan jiwanya , memberi cahaya disudut hati. Setiap pagi tak pernah absen cupcake bulan dalam agendanya, mencari cupcake bulan merupakan planning utama setiap hari, dikala malam tiba bulan di angkasa lah yang menemani hingga fajar kembali menyingsing.
          Toko cupcake coklat itupun sudah sangat hafal jam kemunculan Kirana, hihi kayak penampakan aja. Bagaimana tidak? Jika setiap hari ia merupakan pelanggan tetap dengan cupcake yang sama? Apa nggak bosan? Tentu tidak bagi Kirana, kalau ice cream mungkin ia berganti selera lebih tepatnya mencoba semua ice cream mulai yang jadul hingga terpopular contoh yang trend sekarang Froster yah? Mungkin sudah selayaknya Kirana di nobatkan sebagai gadis wisata kuliner ice cream di kotanya.
          Menyicip sepotong brownies coklat dihadapannya, senyum simpul terus merekah tatkala seseorang yang ia tunggu akhirnya peka dengan perasaan yang lama ia pendam. Kirana jatuh hati pada pria pemilik senyum berginsul, kali ini ia jatuh hati, jatuh sejatuh jatuhnya. Dan ia yakin itu.
          Pemilik senyum berginsul yang berhasil mencuri perhatiannya, mengusik fikirannya, menggoyahkan logikanya dan masuk ke dalam hidupnya mengambil stir utama dan memutar haluan membawa Kirana jauh dari keterpurukkan masa lalu, mengantarkan pada singgasana cinta di masa depan. Sanggupkah pria tersebut mengobati luka lama Kirana?
                    “Iya, kita pacaran!” Jawaban singkat menyudahi kerisauan hati Kirana, bagaimana tidak, kurang sabar gimana lagi ia ketika jatuh hati pada seorang pria yang dimiliki wanita lain? Menunggu kepastian dibalik perhatian yang sering ia terima, arus cinta yang ada dihatinya tak tentu arah, terus mengalir hingga tak jelas akan bermuara pada tepi kebahagiaan atau akan masuk dalam pusaran luka jika cintanya ternyata bertepuk sebelah tangan? Meski kini status mereka sudah resmi pacaran, Kirana tetap membuka hati setengah, tak ingin memaksa jika pintu hatinya masih rapuh.
          Pria pemilik senyum berginsul, sebenarnya nama pria itu Dhio hanya Kirana punya sebutan khusus mungkin biar lain dari yang lainnya saja, selain periang gadis ini kadang romantis juga sih. Dan itu termasuk poin utama Dhio mendekati Kirana karna ia juga tau story gadis tersebut makanya Dhio lebih berhati-hati menyikapi gadis yang sekarang ia sebut kekasih. Meski belum lama mengenal Dhio, Kirana merasakan kenyamanan yang sempat menghilang dari hidupnya, Dhio alasan ia bertahan saat ini. Dhio tak menjanjikan banyak pada kekasihnya ia hanya berusaha membuat Kirana beranjak pergi dari gelapnya bayang-bayang masa lalu.
                    “Dan ketika kau meninggalkan ku dan bersama yang Lain, Aku hanya terdiam tak banyak berkata serta menuntut lalu berpaling menahan airmata” Kirana mengirimkan pesan singkat sebagai ungkapan hati yang mengerti, mengerti masih ada dan bukan hanya satu wanita yang berperan dalam hidup Dhio, Kirana tau itu bahkan siap berbagi, logikanya tak lagi ada seketika cinta menutup mata dan hati.
          Bersama kekasih barunya ia membuka lembaran baru, setidaknya Dhio paham betul apa yang pernah terjadi dalam hidup Kirana dan menemani sang kekasih dalam jebakan nostalgia bagai drama yang sedang berlangsung  di pentas teater sebisa mungkin Dhio memainkan perannya mengembalikkan kebahagiaan Kirana yang lama terkubur.
          Semua butuh proses, paling tidak Dhio bisa peka dan membalas perasaan Kirana yang flashback terhadap pemilik senyum berginsul.
                   “Sial, network yang bisa kebuka saat ini facebook doang !!” Gumam Kirana, mengambil handphone dan bergegas keluar rumah. Mau kemana lagi kalau bukan ke Ice cream corner dan toko cupcake, tapi hari-harinya lebih ceria dari minggu sebelumnya, sekarangkan hatinya sudah tak sendiri lagi, meski demikian perasaan Kirana mulai resah tatkala membuka jejaring social dan mendapati suatu kejanggalan pada account sang kekasih.
                   “Apa-apaan nih?” Kirana mengulang membaca sebuah postingan dari account tersebut, Dhio mungkin sengaja atau ia tak paham apa yang ia perbuat membuat Kirana cemburu? Sebuah postingan yang tertuju untuk sang mantan? Sementara Kirana berusaha untuk tak perduli terhadap masa lalu Dhio.
                   “Okeh, I’m Resign!” Kirana membalas postingan tersebut, jemarinya bergetar, airmatanya menetes dari pelupuk mata ia tak mampu membendung kecemburuannya, Dhio membuatnya terluka.
                   “Nggak ada yang bisa resign!!” Bantah Dhio dari seberang sana.
                   “Chup, gw nggak mau ada yang terluka, begitupun kamu.” Dhio menenangkan kekasihnya, ia tahu Kirana kecewa dan terluka, apa daya ia tak mampu menyakiti wanita-wanita yang berperan dalam drama hidupnya.
          Kirana mesti berlapang dada dan menerima sebab dari awal ia pun sudah tau konsekuensi yang harus ia terima, ia harus berbagi dengan wanita lain, yang lebih dulu ada sebelum kehadirannya. Dhio sudah terkenal sebagai pencinta wanita itu sih bahasa halusnya doang, Dhio memang ahli menjinakkan hati wanita andai ada penobatannya.
          Menangis di jalan, Kirana tak perduli diliatin banyak orang, kekecewaannya benar-benar sudah di ubun-ubun, sayangnya ia hanya bisa diam dan tak membahasnya meski di sana Dhio pun berusaha menjelaskan dan menenangkan, ia ingin menyudahi dan tak terjadi pertengkaran mungkin diam adalah sikap dewasa untuk menjaga hubungan mereka. Kirana mengerti tak semudah membalik telapak tangan ia memenangkan hati Dhio, hanya saja ia sakit jika Dhio bersikap seolah Kirana tak berarti apa-apa? Memang ia yang terlalu berambisi dalam hubungan itu, namun apa salah jika kini ia cemburu dan meminta sang kekasih lebih mengerti?
          Dhio memanggilnya Chup, sebenarnya sebutan itu sudah ada sejak Kirana masih bersama kekasihnya yang dahulu? Kekasihnya yang meninggal di saat detik-detik pernikahan mereka berlangsung, betapa terpukulnya Kirana menerima kenyataan tersebut, dan memilih untuk berteman dengan kesendirian, bermain dengan halusinasinya seolah sang kekasih masih ada di sisinya.
          Tragedi yang menimpanya membuat Kirana hancur sehancur hancurnya, tak banyak yang bisa ia lakukan, sejak kepergian sang kekasih ia banyak berdiam diri di kamar dan tempat pemakaman kekasih, hingga ia memutuskan untuk terjun ke dunia hitam membawanya pada pergaulan bebas mengantarkannya pada perilaku menyimpang yang sama sekali bukan dunia Kirana, ia sadar tidak semestinya ia jual diri sebagai alasan pelarian namun apa daya ia menganggap kini hidupnya tak berharga dan tak berarti apa-apa tanpa sang kekasih. Dan dari situlah pertemuannya dengan Dhio.
          Dipertemuan pertama terjalin antara pelanggan dan seorang wanita panggilan, Kirana jatuh hati namun tak sepenuhnya. Senyum Dhio membuatnya merasakan keteduhan yang dulu ia dapat dari senyuman berginsul sang kekasih. Kirana tidak memastikan itu cinta, sebab ia tidak percaya dengan istilah jatuh cinta pandangan pertama, dan iapun meyakini bahwa ia sudah mati rasa dan tak ingin lagi mengenal apa itu cinta.
                    “Gue nggak kenapa-kenapa kok? Gue ngerti kalau lo masih sulit ngelupain mantan lo?” Balas Kirana singkat.
                   “Lo bungsu chup, udah nggak ada lagi” Dhio meyakinkan.
          “Bukan masalah di nomor berapa gue pada prioritas lo, gue Cuma nggak mau kehilangan kedua kali.. yatuhan nyesek yah” batinnya menangis.
          Secup ice cream menjadi penawar kegalauan Kirana siang itu, cupcake bulan membuatnya sedikit tenang, dan berusaha melupakan postingan Dhio, “Dhio manggil gue Chup? Yang berhak manggil gue chup Cuma pria yang gue nobatkan sebagai ciput gue doang, apa Dhio udah pantas?” Ia tepiskan sejenak pertanyaan yang menyesakkan dada, ia tahu tidak secepat itu Dhio meraih gelar kebanggaannya. “Duh pemilik senyum berginsul, buat gue galau” Gumamnya.
          Hari demi hari ia lewati bersama Dhio, kini ia mulai terbiasa dan sedikit bisa menerima kenyataan kekasihnya yang memang takkan pernah bisa lepas dari sang mantan, meski harus makan hati dan memendam luka terpaksa ia jalani demi bertahan bersama Dhio. Cinta Kirana makin buta sebab pada diri Dhio banyak hal yang ia rindukan dari sosok sang kekasih yang telah meninggal. Kirana hanya bisa menerima meski sakit, terdiam meski perih dan mengalah meski terluka ketimbang harus kehilangan lagi.
                   “Chup? Gue ngajar lo nakal yah?” tanya Dhio siang itu.
                   “Nggak kok !”
          Setiap kali mereka ketemu, Kirana selalu mengagendakan planning tersebut pada hari rabu nostalgia, kebahagiaannya kini berada di tangan Dhio, sebisa mungkin ia menjaga kekasihnya maklum trauma lama masih sering kambuh, yang ia takutkan pemilik senyum berginsul itu turut menghilang dan menyisakan luka yang lebih dalam.
                   “Ciput, berada didekat lo seperti ini tuh membuat  gue nggak pengen pisah sedetikpun” Bisiknya dalam hati memeluk sang kekasih. Dhio tau gadis itu mendekapnya erat dan membiarkannya menikmati moment yang mungkin akan Kirana rindukan lagi saat mereka berjauhan, ia hanya bisa membalas pelukan Kirana dan membuat gadis itu tetap merasa nyaman disisinya.
          Setiap mereka bertemu, tak sedetikpun Kirana membuang waktu untuk tak memeluk Dhio, sebenarnya Kirana tipe cewek yang senang dipeluk, sewaktu bersama kekasihnya yang dulu ia sering minta dimanjakan dengan cara dipeluk tak perduli meski ditempat umum, bersama Dhio ia harus tau jarak sebab mengingat status hubungan mereka yang terlarang, tak perduli itu Kirana hanya ingin Dhio tetap disisinya, apapun yang terjadi kecuali lagi lagi maut yang memisahkan, itu sebait kalimat dihatinya.
                   “Gue nggak gampang sayang sama orang Chup?”
          Entah ada angin apa kalimat itu terlontar begitu saja keluar dari mulut Dhio, dan menoleh pada gadis dihadapannya.
Kirana diam seribu bahasa, tubuhnya lemas, keringat dingin mulai mengucur ia khawatir Dhio akan minta putus, “Jangan berakhir ciput, gue nggak mau?” Nafasnya tersengal, batinnya berdesis.
          Kirana mengangguk “Emang kenapa?”
“Gue tau lo nggak sayang sama gue, tapi kasihanin gue dong? Gue sayang sama lo” Kirana memohon hatinya terus mengemis.
                   “Tapi sekali sayang, gue pasti dalem banget, jadi lo jangan heran kalau kelakuan gue seperti ini Chup” Lanjutnya.
          “Gue nggak peduli, intinya gue mau sama-sama terus? Mau kelakuan lo kayak setan sekalipun, intinya nggak mau pisah!!” Batinnya.
          Yah Dhio mana mau dengar? Orang protesnya dalam hati. Kirana tak mampu mengeluarkan sepatah kata, ia terus membisu namun dalam ia menyimpan sejuta permohonan agar hubungan itu tak berakhir.
          Kirana tak lagi memaksa Dhio melupakan mantannya, tak lagi protes kecemburuannya, menurutnya kalimat-kalimat yang Dhio utarakan barusan merupakan peringatan buatnya untuk tak lagi ikut andil dalam kisah masa lalu Dhio.
          Sampai dirumah pun Kirana masih terus memikirkan hal itu, kata-kata Dhio terus terngiang, sesekali ia menangis memendam perasaannya, ia hanya ingin dicintai dan hanya ingin dicintai oleh pemilik senyum berginsul itu, tak ingin yang lain. Jika harus berkorban pun ia rela.
          Satu bulan bukan waktu yang singkat mereka menjalin hubungan, Kirana merasakan gairah hidupnya benar-benar kembali. Sesekali ia menyempatkan diri ke makam Alam kekasihnya, menceritakan haru biru nostalgianya bersama Dhio sih ciput barunya, mendoakan sang kekasih untuk tetap tenang disisi yang maha kuasa, sesekali ia menangisi kepergian almarhum namun apapun itu ia tetap berusaha ikhlas ditambah kehadiran Dhio membuatnya kembali berdiri tegar karna menemukan penopang yang membantunya.
                   “Yaaaam, pemilik senyum berginsul itu nggak ada bedanya sama kamu, sekarang kamu percayakan dia menjagaku, meski raganya tak utuh untuk ku, aku trima kekurangannya dan takkan mengeluh karna bagiku sekarang dia nafasku, semangat ku, miss you yaaaam” Ucapnya sembari menuangkan air dari atas makam.
          Tak ada lagi alasannya menangis, selain menangis bahagia. Sekian lama berteman dengan kesendirian dan kesunyian jiwa Kirana mampu bangkit menyalakan cahaya-cahaya di sudut hatinya, dengan bantuan Dhio ia berhasil menyembuhkan luka hatinya.
          Hingga hari itu takdir berkata lain. Kesalah pahaman yang entah darimana asalnya membawa hubungan mereka pada pusaran pertengkaran, menenggelamkan kisah nostalgia itu dalam. Kirana berusaha sebisa mungkin bertahan namun tak bisa ia menahan Dhio memilih pergi, berlalu meninggalkan Kirana tak menoleh sedikit pun.
          “Dengan masalah besar yang di hadapi? Segini sajakah perjuanganmu, untukku?” Lirihnya.
          Secup es cream penenang hatinya, meski airmata terus menetes Kirana berusaha tegar, jauh sebelumnya ia sudah pernah merasakan sakitnya di tinggalkan.
                   “Lo menang Dhi’ !!!!!!!
                   Lo boleh teriak ! lo katakan sama semua orang , tuliskan di langit bahwa kita tlah usai !! ceritakan pada mereka dulu kau berikan mimpi, dan mimpi itu hancur!! Aku terluka dalam !!” Batinnya terus menangis
          Kembali berteman dengan kesendirian, meski terus menunggu Kirana tak bisa memaksakan. Seribu satu cara ia lakukan meminta Dhio kembali, namun pemilik senyum berginsul itu tak menghiraukan. Kesakitan Kirana bertambah seketika tahu semudah itu Dhio jatuh hati pada wanita lain sementara Kirana disini masih terlalu berharap.
          “Apa  tuhan tidak menyisipkan sedikit kebahagiaan untukku?” Tanyanya.
          Dalam diam ia mencintai, dalam diam iapun terluka. Kirana merasakan pahitnya untuk yang kedua kali.
          “Kalau lo nggak punya rasa sama gue, setidaknya kasihanin gue disini” batinnya menangis.

          Perasaan memang tak bisa dipaksa, mungkin Dhio sudah lelah berpura-pura menyayangi Kirana, dan memutuskan untuk mundur dari drama nostalgia ini, tak perduli bagaimana hancurnya wanita yang mencintainya itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar