Senin, 23 Maret 2015

DARRA




Waktu terus berputar, laju mobilnya semakin cepat dan terus menerobos derasnya hujan malam itu. Niatnya ingin langsung pulang kerumah karena sang istri dan dua anaknya sudah menanti untuk makan malam bersama, Namun ia tak mungkin berlalu begitu saja ketika seorang wanita menahan taxinya untuk berhenti.
        Wanita itu masuk dan menunjuk kedepan sebuah isyarat bahwa ia minta diantar ke tempat tujuan. Tanpa banyak bertanya ia mengikuti saja permintaan penumpangnya, tak banyak kata dari gadis itu mungkin ia kedinginan atau tengah sibuk merapikan gaun putihnya yang basah karna hujan.
                “Pak tolong berhenti di depan kios cokelat itu” telunjuk terarah pada satu bangunan megah.
                “Di gereja ini mbak?”
        Gadis itu sudah berada diluar taxi. Karena kasihan ia ikut keluar dari taxi dan menawarkan payung, gadis itu hanya tersenyum dan membawanya masuk ke halaman gereja.
                “Pak saya minta tolong antarkan kotak ini ke alamat ini yah”
        Gadis itu mengulurkan sebuah kotak merah dan sebuah alamat, ia terus mengamati kotak tersebut dan tanpa sadar gadis bergaun pengantin di hadapannya telah hilang tanpa jejak yang berbekas.
                “Bulu kuduk ku jadi merinding begini, apa mungkin ada hantu di tempat ibadah”
        Derasnya hujan disertai angin kencang membuyarkan lamunannya, ia berlari kecil masuk ke dalam taxi , tatapannya terus tertuju pada dua arah , gereja yang di dalam sana dan kotak merah itu.
                “Papaaa pulaangg” anak bungsunya menyambut ia dengan membawakan handuk kering. Setelah usai makan malam ia menceritakan kejadian tadi pada sang istri , tak banyak komentar dari istrinya, ia hanya di suruh menyelesaikan amanat dari wanita muda tadi.
        Pagi-pagi sekali ia meninggalkan rumah, ia sengaja karena hendak pergi ke alamat misterius yang di sertakan kotak merah dari wanita bergaun putih semalam, rasa penasaran membuat jantungnya terus berdetak kencang, rasa takut membuatnya merinding seolah wanita muda itu tengah bersamanya sekarang.
                “Jalan lilly nomor 22?” ia perhatikan alamat tersebut sama persis dengan alamat di kertas yang ia genggam di pandangnya lekat-lekat rumah itu tampak mewah namun tak terurus, “Andai aku yang menempati rumah ini mungkin tak akan sekumuh ini” gumamnya sembari terus memencet bell.
        Berulang kali ia mencoba memanggil tuan rumah tersebut, namun tak seorangpun yang keluar, dengan langkah yang sedikit meragukan ia mencoba masuk hingga tepat di teras rumah tersebut,
                “Ada keperluan apa kau di rumah ku?”
        Betapa terkejutnya iya mendengar suara parau yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Setelah di persilahkan duduk oleh kakek tua tersebut ia langsung saja menceritakan perihal kotak dan wanita tersebut.
                “Darra” Ucapan itu dingin keluar terbata-bata dari mulut kakek tua tersebut, ia menangis dan menggenggam erat kotak merah itu, mungkin usianya sekitar 78 tahun namun apa hubungannya dengan wanita tersebut?
                “Darra itu nama dia, dia pujaan hati saya, namun orang tuanya tak suka akan hubungan kami karna perbedaan suku”
        Penjelasan dari Kakek tua tersebut membuatnya terkejut, darahnya kini kram ia tak dapat mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya.
                “Waktu itu kami sudah sempat menikah di altar, namun naas keluarga Darra datang dan memisahkan kami, cincin pernikahan kami berusaha di keluarkan dari jarinya, namun tak bisa, lalu..”
        Kakek tua tersebut terus menangis, ia tak sanggup mengingat kejadian tersebut namun harus ia ceritakan untuk menenangkan arwah Darra di alam sana.
                “Lalu kenapa kek? Tanyanya penasaran.
                “Salah satu keluarganya yang marah memutuskan untuk memotong jari Darra, cincin itu bergelinding entah kemana? Sementara jarinya pun tersentak entah kemana? Keadaan menjadi panic karna pendarahan membuatnya sesak, keadaan semakin parah ketika Darra merebut pisau itu dari kakaknya, dan seketika menusuk dadanya sendiri, ia melakukan itu karna tak terima cincin pernikahan kami lepas dari jemarinya.”
        Mereka memutuskan untuk kembali ke gereja tersebut mungkin ini petunjuk bahwa arwah tersebut ingin anggota tubuhnya lengkap, kakek tua itu terus memandangi cincin emas dalam kotak merahnya.
        Setiba mereka di dalam, kakek tersebut bisa merasakan kehadiran Darra di sekitarnya, dan hanya berdiri di altar tepat di posisi nya yang dulu sewaktu pemberkatan semua masalalu itu terekam ulang dalam dimensinya, hingga tanpa mencari lebih lama ia menemukan tengkorak jari manis istrinya di sudut pendopo kecil tempat persembahan ibadah.

        Air matanya menetes, senyum ia sunggingkan keluar gereja seolah tengah tersenyum dengan seseorang, meski hanya ia yang dapat melihat.

Senin, 16 Maret 2015

A SOMEONE


  




                 Fredy mencoba mengembalikkan kesadarannya ke semua polisi.Pukulan terakhir diterimanya dari salah satu petugas polisi membuatnya tak berkutik.Rasa sakit sudah hilang berganti mati rasa.Ia sama sekali tidak merasakan sakit pukulan.
          “Katakan, kenapa kau membunuh Ibu mu?” Tanya polisi.
                   Fredymenyunggingkan senyum kecil “Hati Ibu rasanya sungguh enak” tukasnya.Sekali lagi pukulan polisi mendarat di pipi kanan Fredy, membuatnya tercengang antara sadar dan tidak sadar, terbayang wajah cantik Ibunya yang dulu memberikan seluruh cinta untuknya.
                   ***
          “Bu, kenapa Cuma kak Andy yang dibelikan motor?” tiba tibaFredy muncul dari balik pintu,ketika Bu Bahar tengah menyiangi sayur.
          “Untuk saat ini, kakak mu jauh lebih butuh daripada kamu, Ibu belikan kamu nanti nanti saja, Ibu nabung dulu” Bu Baharmenyahuti sambil terus menyiangi sayur.
          “Ahh ! Ibu pilih kasih !”
Ibu mendengus kesal, tapi disimpannya rapat rapat, supaya dirinya tidak sampai naik pitam.
Belakangan ini ia merasa kesulitan mengajak anak keduanya itu berkomunikasi.
          ”Terserah kamu, Ibu nggak punya uang kalau sekarang” timpalnya.
                   Fredy pergi ke dapur, tak lama kemudian ia kembali membawa kayu palang yang digunakan untuk menutup pintu belakang. Saat kembali kedepan, Fredy masih melihat Ibunya sibuk dengan pekerjaannya, ia pun memekik “Kalau aku nggakdibelikan motor, lebih baik Ibu mati saja”
                   Secepat kilat kayu palang yang dibawanya dipukulkan ke tengkuk Ibunya.Membuat wanita tua itu terkapar merana, dari beberapa bagian tubuhnya keluar cairan merah, sementara sekujur tubuhnya kejang kejang. Kini, ia berada dalam posisi hidup atau mati. Sekarat.
                   Lalu dengan kaki kanannya Fredymengembalikkan tubuh Ibunya yang sudah lemas tanpa daya. Matanya melotot !Fredymembasuhpeluh yang keluar dikeningnya dengan panggung tangannya.Ia berjalan ke dapur lagi untuk mengambil golok, pisau dan karung.
                   Golok dipakai oleh Fredy untuk memutilasi tubuh Ibunya tanpa ampun.Sadis !tapiFredy sudah khilaf. Ia tidak lagi menghiraukan kata hatinya. Srraaaaakkkkkkk………..
Terdengar suara beradu antara golok dengan batang tenggorokan.Yang pertama kalinya ditebas adalah leher, beberapa kali batokanputuslah leher Ibunya.
Lagi lagiFredymengelappeluhnya dengan punggung tangan.“Gila, memutilasi manusia ternyata bukanlah pekerjaan yang mudah” batinnya.
                   Hal kedua yang dilakukannya adalah membelah tubuh menjadi dua dengan pisau dapur.Maunyaia membelah tubuh Ibunya dari dada kebawah, saat pisaunya sampai keperut tiba tibatersembul seonggok daging menyerupai darah yang menggumpal, yaitu Hati. Dikeluarkannya hati itu dari tempatnya, Fredy lalu kalap, iamencabik tanpa perikemanusiaan, hati itu dimakan namun belum seluruhnya dimakan. Pikiran Fredy tambah koyak dikeluarkannya lagi semua organ dalam Ibunya dan dimasukkan kedalam ember, kepala dimasukkannya kedalam karung.
                   Mendadak, tanpa menyelesaikan semuanya, ia memutuskan keluar membawa karung berisi kepala itu, diluar Fredymenjadi linglung, pria dengan naluri hewan itu memutuskan untuk pulang tanpa membersihkan semuanya.
                   Andy terkejut melihat Ibunya telah menjadi bangkai. Suasana rumahnya yang tenang dan biasa, kini berubah mencekam, darah berceceran kemana kemana, iameraung menahan tangisnya lalu keluar, dengan tangan gemetar ia memanggil sebuah nomor darurat, Polisi.
                   Beberapa waktu kemudian, polisi memenuhi area sekitar.Mereka melakukan olah TKP. Anjing pelacak  dibawa guna menangkap pembunuh sebenarnya. Petunjuk membawa mereka pada rumah yang terletak sekitar dua puluh meter dari TKP.Tersangka ditetapkan. Mengusut pada suatu nama.
                   Dengan ketangkasan yang terlatih, polisi bergegas menggrebek rumah tersangka dan menangkap Fredy dari olah TKP ditemukan bukti bukti kuat yang mendukung keakuratan dugaan.
          “Kenapa kamu ini?” Tanya Andy pada adiknya, sebelum polisi menaikkannyakemobil.
          “Cuuuiiihhh !” wajah Andy menerima liur Fredy.
          “Setan alas kau” Pekik Andy marah, kalau saja tidak dihalangi oleh orang orang sekitar bisa terjadi perang saudara.
                   Andy mengepalkan tangan sepeninggal adiknya. Mencoba menahan amarahnya yang meluapluap sisanya ia mencoba sabar.
                   Sementara itu dikantor polisi, setelah berulang ulang pukulan dihantamkan, Fredy hanya senyum antara sadar dan tidaknya Fredy mati rasa menerima pukulan dari para polisi.

          “Ibu maafkan aku” Fredy menitikan air mata.

Minggu, 15 Maret 2015

BELENGGU HITAM









Serasa masih mimpi, dan terus saja kata-kata itu menyelimuti fikiran dan hatinya, Adit masih tak menyangka kisah cinta yang 2 tahun ia jaga harus kandas di depan pelaminan kekasihnya bersama pria lain, entah apa lagi yang harus ia lakukan untuk tetap bertahan?
                   “Bukan kemauan aku kak? Ibu dan bapak sudah menerima lamaran pria itu, aku saja belum pernah bertemu dengannya” jelas kekasihnya kala itu.
          Adit mungkin percaya jika itu kehendak orang tua Putri kekasihnya, namun ia masih tak percaya karena Putri tak berusaha mempertahankan hubungan mereka. “Apa maksudmu telah begini Put” Desis batinnya penuh rasa sesak.
          Bulan depan pernikahan kekasihnya, Putri terus saja mengirim pesan singkat ingin bertemu Adit, namun ia sadar bahwa semua hanya akan menyakitinya dan membuat ia semakin berat melupakan Putri.
                   “Put, smoga kamu bahagia yah, maaf aku tak bisa menemui mu” balas Adit.
          Kegundahan meliputi hati mempelai wanita, antara bahagia dan sedih menyatu dalam kalbu, esok pernikahannya berlangsung namun tetap saja hati dan fikirannya tertuju pada 1 nama mengarah pada 1 pria yah siapa lagi kalau bukan Adit.
          “Apa mungkin kisah ku dan Adit sudah tamat sampai disini?” Pertanyaan itu timbul begitu saja seiring jalannya jarum jam yang menunjukkan pukul 02.45 wita. Tatapannya kosong, pandangannya terhempas pada handphone-nya, berharap ada telfon atau sms dari Adit yang masuk.
                    “Pagi ini pasti Putri cantik skali mengenakan baju pengantin” gumam Adit memandangi sebuah foto.
          Sejak kemarin Adit memutuskan pindah kos dan mencari pekerjaan baru, agar ia bisa melupakan Putri dan kenangan-kenangan mereka.
                   “Kamu bisa mulai kerja disini besok”
          Senyumnya terurai bahagia, dan berpamitan untuk keluar dari ruangan tersebut. Ia sudah mantap untuk memulai hidup baru dan melupakan sosok wanita itu meski mungkin berat setidaknya ia berusaha agar rumah tangga Putri harmonis.
          “Huuuhhh kerja keras ternyata” Gumamnya saat hari pertama masuk di tempat kerja barunya, memang tak gampang harus beradaptasi yang tadinya dapat kerjaan santai  dan sekarang benar-benar mengeluarkan tenaga sampai titik penghabisan.
          Adit mulai terbiasa tanpa gadis itu, namun entah dengan Putri? Iapun sudah tak mau peduli, bukan karna marah atau dendam tapi dengan beginilah cara ia melupakan Putri.
                   “Heh melamun saja, pamali melamun pagi-pagi Dit’!” tegur teman kerja Adit mengagetkan.
                   “Ohhh nggak aku hanya mengingat-mengingat sesuatu, sepertinya aku kelupaan sesuatu dirumah” jawab Adit mengelak.
          Ia berusaha konsentrasi terhadap pekerjaan tanpa memikirkan hal lain meski demikian tetap saja ia tak bisa berbohong kalau soal hati, dimana hatinya yang belum bisa terbuka untuk wanita lain, fikirannya yang terus berkecamuk memikirkan masa lalunya yang berakhir tanpa keinginannya, komitmen 2 tahun yang selesai begitu saja.
          Fachry teman kerja Adit yang kebetulan saja sering bersamanya, seolah mengetahui isi fikirannya, Fachry sering mengajak Adit untuk cerita namun Adit sendiri segan dan tetap terlarut dalam kelabunya masa lalu.
          Hari-hari Putri tak seindah yang ia bayangkan, tak seperti perkiraannya, suaminya sering pergi ketika ia masih terlelap dan pulang pun ketika ia sudah terlelap dalam tidurnya, tak pernah ia rasakan perhatian dari sang suami, tak jarang ia membandingkan ketika ia masih menjalin hubungan bersama Adit.
          “Adit apa kabarnya yah?” hati kecil Putri terus bertanya. Sering skali ia berdoa untuk di pertemukan kembali dengan Adit, tak perduli dosa seorang istri gumamnya.
                   “Dit, kalau kamu tak enak badan sebaiknya balik saja?” tegur teman kerjanya.
                   “Nggak apa kok, aku hanya sedikit kelelahan”
          Adit menjawab dan berlalu meninggalkan dapur kantor, “kalau boleh jujur, aku merindukan masa lalu ku? Apa berdosa merindukan istri orang?” hatinya pilu.
          Entah di sengaja atau tidak? Namun takdir tuhan siapa yang tahu? Tanpa ia duga sebelumnya, Tuhan mempertemukan mereka kembali melalui social network, ada rasa bahagia dalam benak Adit namun tetap saja ia sadar siapa Putri sekarang? “Istri orang Dit!” fikirannya tersentak.
                   “Pernikahan ku baik namun tak bahagia”
          Penjelasan Putri seakan membuka pintu untuknya, Adit tetap berusaha mengontrol diri untuk menanggapi curahan hati Putri. Mereka memutuskan untuk bertemu dan lebih banyak cerita meski itu hanya alasan untuk melepas kerinduan yang terhalang oleh ikatan tsah pernikahan Putri dengan pria lain.
                   “Kamu apa kabar Dit? Sekarang tinggal dimana?”tanya Putri membuka percakapan.
                   “Aku baik Put’ nggak jauh dari tempat tinggalku yang lama, coba kamu ceritakan, kenapa dengan rumah tangga mu?”
          Putri memeluk Adit erat, seolah ada yang membebaninya selama ini, yah apalagi? Tentu saja cinta mereka yang kandas itu, Adit membalas pelukan hangat itu, tak perduli lagi dosa atau tidak? Salah atau benar? Intinya mereka saling melepas kerinduan.
          Belaian mesra Adit membuat Putri tenang, tatapannya membuat Putri merasa teduh, pandangan mereka saling memutar kasih, ada cinta yang terpancar kembali, cinta yang sempat padam.
                   “Dit, mungkin aku egois, aku sudah punya suami, tapi sungguh cinta kita masih menyelimuti hatiku hingga saat ini?”
          Ia tahu Putri tidak sedang berbohong, kebimbangan membawanya menuju keheningan, tak tahu ia harus menjawab apa sebab iapun masih sepenuhnya mencintai Putri.
                   “Aku janji hubungan kita nggak akan berakhir, cinta kamu telah aku miliki, tak perduli meskipun ragamu tak utuh untuk ku Put”

          Senyum itu membuat hati Putri damai, janji Adit membuat semangatnya kembali berkobar, meski ia tahu perselingkuhan ini kesalahan namun ia juga tahu kesalahan ini bukti dari perjuangan mereka.

Jumat, 13 Maret 2015

1 NAFAS




"Dan aku yang tak bisa tanpa mu karna engkaulah terang dalam gelapku"
Bulan bintang yang slalu setia terangi malam tak seterang hatimu, tak seterang cinta yng kau berikan, yang kau berikan"

Suara merdu itu terdengar begitu lirih seirama dengan petikan gitar yang di main kan seorang pria remaja. Ryan namanya, dia sudah tak asing lagi di kampungnya perwatakannya yang ramah dan baik sudah menjamur di tetangga-tetangganya, demikian halnya dengan Rio sahabatnya sejak mereka sama-sama duduk di bangku Sekolah Dasar persahabatan mereka sudah terjalin begitu hangat, tak kalah dengan Ryan, Rio pun begitu di sukai di kampung mereka karena ia yang rajin dan ramah pula.
                “Yan, gimana hubungan mu dengan Cinta? Apa sudah dapat restu dari orang tuanya?”
                “Belum Yo’ mana mau orang tuanya menikahkan anaknya secantik Cinta dengan pengangguran seperti ku?”
                “Sabarlah, bagaimana kalau kita kerja?”
                “Kita mau kerja dimana dengan modal ijazah SMA Yo’?
        Rio menarik tangan sahabatnya masuk kerumah Ryan, dan memaksanya untuk bersiap-siap segera dan mencari lowongan pekerjaan, Rio tahu apa yang menjadi beban fikiran Ryan saat ini, dan iapun sadar betul sahabatnya memerlukan dorongan dan semangat,  oleh itulah ia mengajak Ryan kerja, meski mereka pun masih tak tahu harus melangkah kemana? Memang sulit menemukan pekerjaan yang mau menerima ijazah SMA, terlebih lagi di daerah kota besar harus di sertai ijazah kursus dari skill tertentu.
        Setelah beriringan sejalan mencari pekerjaan mereka memutuskan berpencar, mungkin saja kali ini merupakan hari keberuntungan Rio sebab belum lama berpencar dari Ryan ia sudah berhasil mendapatkan pekerjaan namun sayangnya hanya 1 karyawan yang di butuhkan sehingga ia tak bisa membantu Ryan masuk di tempat.
                “Cin.. Cinta aku bisa bicara sebentar denganmu?” panggil Rio tergesa-gesa.
                “Ada apa Yo’?”
                “Begini Cin’ kamukan tau bagaimana sayangnya Ryan dengan kamu? Apa kamu tak mau bicara dengan orang tuamu sekali lagi demi hubungan kalian?”
                “Udah nggak bisa Yo’ mama ku nggak setuju, lagi pula aku sudah jatuh cinta lagi”
        Pernyataan dari bibir Cinta membuat Rio terkejut, bagaiman bisa wanita ini jatuh cinta  lagi sementara Ryan sahabatnya sekarang tengah bekerja keras membangun usaha sendiri untuk mengumpulkan uang buat melamarnya? Gumam Rio menatap wanita di hadapannya.
                “Siapa Cin’?”
                “Kamu Yo’? iya aku fikir mama pasti setuju kalau aku dengan mu? Karena kamu sudah ada kerjanya, iya kan?
        Seperti petir menyambar Rio, ucapan itu secara halus menyayat nadinya, kekasih sahabatnya menyatakan cinta dan perasaan suka hanya karna Rio lebih bermateri tinggi di banding sahabatnya sendiri.
        Rio diam, sikapnya dingin meninggalkan Cinta begitu saja ia terus berlalu tak menghiraukan teriakan Cinta memanggil dan berusaha menahannya, ia pergi dengan kebencian yang terpendam, bagaimana mungkin Ryan mencintai dan menyayangi wanita matre dan tak tahu diri seperti Cinta.
“Jujurlah sayang aku tak mengapa, biar semua jelas tak berbeda..
Jika nanti aku yang harus pergi, ku terima walau sakit hati”
        Petikan gitar itu lagi-lagi terdengar mendamaikan hati, Rio terus diam termangu memandangi Ryan dengan penuh kebimbangan.
                “Kamu knpa yo’?”
                “Ngaak kok Yan’ aku ngantuk aja, balik dulu ya, besok kerja”
                “Oh yaudah aku juga udah mau nutup kios nih, udah capek juga” Jawab Ryan menyunggingkan senyum tipis.”
        Adzan subuh berkumandang, dengan sedikit ngantuk Ryan meninggalkan tempat tidurnya dan bergegas membersihkan diri dan berwudhu, setelah menunaikan shalat subuh, tak lupa ia memanjatkan doa untuk orang tuanya tak lupa untuk kekasihnya Cinta, dan satu hal yang selalu ia impikan menjadi seorang sarjana dari perguruan tinggi.
        Sementara Rio pagi ini tak ada semangat, fikirannya kacau perasaannya tak karuan, ia masih saja terfikirkan kata-kata Cinta, ingin rasanya ia menyadarkan wanita itu betapa besar perasaan sahabatnya untuk Cinta, dan memutuskan menemui gadis itu jam makan siang sebentar, Rio mengirim pesan singkat ke nomor Cinta, dan Cinta menyetujui pertemuan siang itu.
                “kamu knapa Yo’? kamu juga sayangkan sama aku?” tanya Cinta.
                “Nggak Cin’ apa sih yang kurang dari Ryan? Dia sudah tulus sayang sama kamu? Dia kerja keras untuk mengumpulkan uang melamarmu, tapi kamu tak perduli?
                “Ryan masa depannya suram Yo’ jujur saja aku tidak mencintainya lagi”
        Rio meninggalkan Cinta dan mengejar Ryan yang tak sengaja mendengar ucapan-ucapan Cinta, Berusaha menenangkan dan menghibur sahabatnya, ia yakin Ryan akan mendapatkan wanita yang lebih baik, Ryan berusaha berbesar hati melepas Cinta, dan melupakan gadis tersebut, ia membulatkan tekad untuk memakai uang tabungannya ke kota dan mengejar cita-citanya kuliah di perguruan tinggi, tekadnya itu mendapat dorongan positive dari sahabatnya.
                “Lantas bagaimana dengan mu Yo’?”
                “Aku akan kuliah disini agar terjangkau dengan tempat kerja ku, kamu baik-baik di rantauan yah?”
                “Tenang saja !” Ungkap Ryan menepuk bahu sahabatnya.
        5tahun di rantauan, kini Ryan yakin sudah saatnya ia kembali ke kampung halaman, apa lagi yang ia tunggu? Title S2 sudah ia kantongi, dan sekarang iapun sudah resmi menangani satu proyek property di Jakarta, dan ditambah lagi ia sudah mendapatkan calon istri yang ia idam kan dan slama ini setia menemaninya dalam merintis menjadi seorang arsitek handal.
        Betapa besarnya kerinduan Ryan terhadap kampung halaman sehingga tak mampu menahan tetesan airmata yang mulai muncul di sudut matanya, menggandeng tangan seorang gadis dan menelusuri jalan-jalan menuju rumahnya, membuat semua pasang mata mengarah pada mereka berdua.
                “Ryan? Yan’? kaukah ini?” Tanya Rio tak percaya.
        Mereka saling berpelukan menghempas kerinduan yang terpendam selama bertahun-tahun, tak lupa Ryan mengenalkan gadis di sampingnya sebagai kekasihnya.
                “Yo’ ini namanya Rindu, calon istri ku”
        Hanya senyum kecil yang di perlihatkan Rindu pada sahabat kekasihnya, dengan polesan makeup sederhana ia lebih terlihat anggun, dan dengan jilbab yang ia kenakan pula menambah keelokan parasnya, Cinta yang tak sengaja lewat depan rumah Ryan-pun menyaksikan kedatangan Ryan yang di sambut hangat oleh tetangga-tetangga mereka.
                “Ryan? Kamu kok datang nggak kabarin aku? Mana waktu kamu pergi juga nggak pamit aku?” Cinta menegur.
        Tanpa menghiraukan sapaan Cinta, Rio terus saja menghantarkan Ryan dan Rindu masuk ke dalam rumah, dengan sigap Rio mengambilkan sebuah gitar dan mengharapkan Ryan untuk kembali memetik senar gitar dan mengalunkan lagu-lagu dengan suaranya yang khas dan merdu, Rindu ikut tersapu malu melihat Rio menyambut Ryan.

        Rindu banyak mendengar cerita mengenai persahabatan mereka, mulai dari jatuh bangunnya Ryan hingga masalah Cinta yang mencoba merayu Rio, Rindu begitu terpukau dan takjub akan persahabatan itu yang sungguh jarang di temui apalagi soal asmara. Gumam Rindu lirih, dengan menyungggingkan senyum dari bibirnya yang mungil.

Kamis, 12 Maret 2015

PENGANTIN ALLAH




    Sore itu nampak ramai kendaraan berlalu lalang, nampak seorang gadis di seberang jalan yang ingin menyebrang, dengan gamis biru muda yang dipadukan hijab biru pun ia nampak terlihat mempesona dan anggun.
        Sebut saja Qhalisah, gadis berumur 22 tahun, sore ini ia akan mengurus gaun pengantinnya, yah Qhalisah akan menikah dengan seorang pria pilihan orang tuanya minggu depan, segala sesuatu telah dirancang dan dipersiapkan se-istimewa mungkin sebab Qhalisah merupakan putri tunggal.
                “Assalamu alaikum mba’ ?” sapa Qhalisah memasuki butik pengantin tersebut.
                “Wa’alaikum salam Qhalisah, coba lihat gaun mu akan sangat cantik saat kau kenakan senin nanti” Jawab desainer itu seraya merangkul gadis lugu itu.
        Qhalisah hanya menguraikan senyum kecil dari wajahnya, seakan bahagia dengan pernikahan tersebut meski hatinya berkata tidak ia berusaha ikhlas demi baktinya untuk sang ayah dan bunda. Ia tak pernah mampu menolak keinginan kedua orang tuanya.
        Hari yang dinanti kedua keluarga telah tiba pada harinya, hari dimana Qhalisah akan halal menjadi seorang istri, dan berkewajiban penuh menjadi makmum yang sholehah.
                “Qhalisah, sebentar lagi kamu akan resmi menjadi istri orang, hormati suami mu untuk menjaga nama baik ayah dan bunda yah !” Nasehat sang bunda sembari membawakan penutup hijab putrinya.
                “Insya allah bunda, Qhalisah sepenuhnya ikhlas agar pernikahan ini di ridhai allah dan rumah tangga kami selalu di sertai wangian syurga.” Jawab Qhalisah menitikan airmatanya memeluk sang bunda.
        Detik detik berlalu Qhalisah telah resmi menjadi seorang istri yang tsah, para tamu undangan nampak heran dan terkagum-kagum melihat sang mempelai wanita yang mengeluarkan aura bercahaya tak seperti pengantin biasanya, Qhalisah nampak lebih anggun berseri dan bercahaya.
        Hingga malam resepsi tak ada yang berubah dari wajah sang mempelai wanita, ia tetap terlihat berseri-seri, senyumnya yang indah seakan memperlihatkan betapa sempurnanya ia malam ini. Qhalisah memang terkenal sebagai gadis yang cantik nan sholehah, semua orang di sekitarnya pun tau akan hal itu, dan tidaklah heran jika resepsinya malam ini sengaja di buat sesempurna mungkin tanpa memikirkan biaya lagi.
                “Bunda, Qhalisah mau kekamar sebentar mau shalat isya dulu.”
                “Nanti saja nak, banyak tamu undangan, masa kamu mau meninggalkan suami mu sendiri !” Sergah bundanya.
                “Kenapa bunda? Hanya 5 menit bukan waktu yang lama, apa bunda takut make up aku luntur karena ber-wudhu? Sesungguhnya biarlah aku tak terlihat cantik di hadapan manusia namun nampak cantik dihadapan allah.”
        Sang bunda mengizinkannya pergi meninggalkan resepsi. Qhalisah tak pernah mau meninggalkan shalat 5 waktu dalam keadaan apapun selagi ia masih sanggup melakukannya.
        Dengan gaun pengantin yang ia kenakan, ia melaksanakan shalat isya, namun allah berkehendak lain di sujud terakhirnya allah menjemput sang pengantin, allah mengambil nyawa hamba yang ia cintai ini. Dengan gaun pengantin putih dalam keadaan sujud sang pengantin dijemput kembali ke rahmatullah allah.
                “Lohh nona Qhalishah, bukannya saya sudah bilang biar saya yang ambilkan bunganya.”
        Tegur sang pembantu sembari meraih bunga pengantin di meja rias, di tolehnya kembali Qhalishah tak kunjung bangkit dari sujudnya, dengan hati-hati ia mendekati sang pembantu.
                “Nyonyaaa… Nyonya !!” Teriaknya penuh kecemasan.
        Suasana kamar menjadi dingin dan hening tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka yang berdatangan di kamar pengantin.
                “Lalu.. Siapa yang menjadi pengantin ku di pelaminan tadi bu?” Tanya mempelai pria.
        Tak ada jawaban, semua melempar pandangan penuh pertanyaan siapa pengantin wanita di sana, sedangkan di kamar pengantin Qhalisah meninggal pada saat masih dalam keadaan sujud, Dan baru diketahui sementara resepsi masih berlangsung.
        Sang bunda diam membisu, mengingat kalimat Qhalishah, sangat jelas di ingatannya saat sang putri berpamitan untuk shalat isya, apa mungkin itu pamitannya untuk pergi slamanya juga? Allahu alam. 

NDIEN




Tetes hujan masih terus berjatuhan membasahi jalan jalan dan seisi bumi yang terhampar luas, sinar mentari tak kunjung bersinar tertutup awan gelap meskipun sudah seharusnya matahari berputar pada porosnya menyinari bumi dengan sengatannya yang terik dan panas.
        Tak peduli akan cuaca yang tak kunjung berdamai dengan manusia dibumi, Ndien tetap menyiapkan diri untuk menjalankan kewajibannya sebagai staf di sebuah perusahaan, ya sebut saja gadis ini Ndien remaja belia yang lebih memilih untuk mencintai karir diusia muda meskipun kebanyakan remaja sepertinya lebih memilih mencintai pergaulan di masa muda.
                “Selamat pagi cinta , god bless you” Ndien mengirimkan sapaan hangat tuk kekasihnya.
        Ndien memiliki kekasih yang sudah 5 bulan menjalin hubungan dengannya, pria tersebut terbilang lebih dewasa dan usia pun lebih diatas Ndien, meskipun demikian Ndien tetap nyaman menjalaninya dengan Iyyu'.
                “Pagi juga sayang, god bless you too, ini aku baru mau berangkat kerja, kamu jangan lupa sarapan”
        Balasan singkat dan sedikit perhatian dari Iyyu' menambah semangat gadis belia itu. Iyyu' merupakan sosok pria yang terbilang dingin dan misterius.
        Akan tetapi pria ini juga pandai menorehkan titik titik kenyamanan untuk kekasihnya, ada saja alasan yang membuat Ndien tak bisa menepis kerinduan pada kekasihnya.
        5 bulan menjalin hubungan bukanlah waktu yang singkat, tentu saja sudah banyak hal yang mereka lalui, terlebih dalam hubungan mereka masih ada 1 hal yang belum pernah bahkan belum bisa di perjelas Iyyu' pada pujaannya.
                “Kamu yang sabar sayang yah, aku akan perjelas semuanya bulan 12 nanti.”
        Itulah kalimat yang pernah diucapkan Iyyu' pada kekasihnya sekitar 3 bulan yang lalu, satu harapan yang ia berikan pada Ndien, harapan untuk sebuah masa depan yang akan mereka genggam bersama.
        Satu penantian panjang yang harus dilalui Ndien, rasa ragu dan kebimbangan sering menjadi kabut penutup harapannya agar segera berhenti dalam kebodohan yang mungkin menyakitinya.
                “Kalau bukan karena sayang.. Menanti dan bersabar sangat mustahil aku lakukan saat ini” Gumamnya mendengar penjelasan Iyyu' kala itu.
        Bulan Desember inilah yang menjadi titik terakhir mereka untuk memberi kejelasan atas semua yang sudah mereka lalui selama 5 bulan, hubungan tanpa status namun ada titik harap dan penantian panjang yang mereka lalui bersama.
        Setau Ndien, kekasihnya tersebut masih terikat pada 1 jawaban yang ia nanti dari seorang wanita, wanita yang lebih dulu mengenal Iyyu', yang lebih dulu menjadi kekasih Iyyu', wanita masa lalu Iyyu' “Lilly”
        Iyyu' banyak cerita tentang wanita itu, jawaban yang sangat Iyyu' tunggu untuk memperjelas akhir perpisahan mereka, dan memperjelas arah tujuan hubungannya dengan Ndien.
        Tentu bukanlah hal yang mudah bagi mereka, terlebih saat Iyyu' harus memberi harapan pada sosok gadis yang ia cintai di satu sisi  ia pun terikat kepastian pada kisah masa lalunya.
        Ndien sangat ingat terakhir mereka bertengkar pada bulan Agustus, saat dimana Ndien merasa letih dan merasa penantiannya akan sia-sia
                “Ya sudahlah mungkin kita hanya di pertemukan bukan untuk memiliki satu sama lain” Jelas Ndien singkat.
                “Kamu jangan menyerah dulu, semua pasti indah pada waktunya, aku dan lilly udah nggak mungkin bersama”
        Kala itu, Iyyu' berusaha meyakinkan Ndien, entah apa yang harus ia perbuat tatkala kekasihnnya mulai merasa jenuh, Ndien-pun demikian hanya kebimbangan yang sering mengganggu meskipun ia tau bukan maksud Iyyu' menyakitinya jika semua sia sia.
        Memang bukan hal mudah untuk menggantungkan harapan pada sosok yang tak pasti.
                “Lantas, kapan hubungan ini dan status aku diperjelas?”
        Iyyu' pun tau kekasihnya tengah menangis mempertanyakan hal tersebut, ia hanya mampu meyakinkan Ndien melalui telefon karna jarak yang memisahkan, ia pun bingung harus berbuat apa lagi saat Ndien mulai mundur dan ingin mengakhiri semuanya.
                “Orang tua aku disini hanya mau mendengar Lilly mengucapkan apa yang ia kirimkan melalui pesan teks, itu aja kok dan penantian kamu nggak akan sia sia”
        Penjelasan Iyyu' kali ini mampu menjadi obat penenang Ndien, setidaknya ia sedikit lega dan berusaha yakin untuk melanjutkan penantian dalam hubungan mereka.
        Sejak pertengkaran itu hingga saat ini mereka tak pernah lagi mengungkit masalah yang menjadi krikil dalam hubungan mereka, namun bukan berarti Ndien telah lega sepenuhnya, sebab ia sadar bagaimanapun juga Iyyu' tetaplah masih menunggu jawaban pasti dari Lilly, kisah masa lalunya.
        Sesungguhnya semua pertanyaan dalam benak mereka hanya bisa terjawab di bulan ini, semua penantian dan kesabaran mereka baru akan terbayar pada bulan ini, semua beban mereka akan terpuaskan hanya dengan 1 kepastian dimana mereka pun masih menanti dan berdoa semoga tuhan menyiapkan jawaban yang terindah buat hubungan mereka.
                “Sayang, entar aku telfon ya, aku mau bicara”
        Pesan singkat dari Iyyu' membuyarkan lamunan Ndien, akhir akhir ini gadis itu sering terlihat melamun, ia berharap di bulan ini menjadi akhir dari semua beban yang selama ini mengganggu hubungannya dengan sang kekasih, baru saja ingin membalas SMS Iyyu' pun menelfon.
                “Halo..”
                “Iya, kamu mau bicara apa? Jawabnya bertanya.
                “Tentang hubungan kita, keluarga Lilly dan keluarga aku udah bertemu dan bicara tadi malam sayang”
                “Oh yah? Terus bagaimana? Udah ada penyelesaian?” Tanya Ndien sedikit cemas.
                “Iya, tapi ini bukan keinginan aku, Lilly minta hubungan kami dilanjut, aku harus melepaskan hubungan kita?”
        Ndien terdiam, air matanya jatuh tak kala deras dengan air hujan di luar sana.
        “Ohh tuhan apa ini? Jadikan aku wanita yang tuli saja agar ucapan itu tak ku dengar, butakan mataku tuhan agar tak ku lihat ia dengan wanita itu “ Lirihnya dalam tangis.
                “Ndien? Maafin aku”
        Iyyu' tau kekasihnya menangis, ia tau betapa hancur hati wanita yang telah ia beri harapan sejauh ini, namun ia pun tak kuasa menerima keputusan dari Lilly, entah apapun alasannya, Lilly lah pemenang dalam cinta segitiga ini.
                “Aku nggak apa apa kok, mungkin udah jawabannya Yu', tuhan hanya mempertemukan kita tanpa menyatukan kita.”
        Apapun jawaban Ndien  semua hanya kebohongan ucapan itu seolah ikhlas keluar dari bibir demikian pula air matanya yang terus menetes mengalir hingga ke bibir.
                “Bukan mau aku, aku ingin hubungan kita berlanjut ke jenjang yang lebih serius, tapi aku nggak bisa apa apa”
        Iyyu' berusaha menjelaskan apa yang mungkin bisa membuat hati Ndien tenang, namun semua tak ada gunanya, keadaan ini membuat mimpi mereka hancur, penantiannya sia sia.
        Ndien pun tak mampu menahan gejolak hati yang hancur, hanya airmata yang menjelaskan bahwa saat ini ia pun terluka dalam.
        “Apa ini jawabannya? Ini yang kamu maksud  penantian aku takkan sia sia? Ini yang kamu bilang indah pada waktunya? Ini yang kamu bilang akulah pemenang hati kamu? Ini nggak adil Iyyu', hati aku korban, Aku sakit dan hancur sementara kamu dan dia akan bersanding dengan siraman air mataku?” Lirih hati Ndien menangis, hanya dia dan tuhan yang tau seberapa hancur hatinya saat ini.
                “Ndien, aku sayang kamu tulus, kamu pasti bisa dapat yang lebih baik dari aku, tolong jangan benci aku,pulang kerja kita ketemu ya”
        Entah apa lagi yang harus ia lakukan sebab Ndien pun terus diam, ia tahu siapa Ndien, meskipun terluka gadis itu sering memilih diam dan menutupi semua seolah tak terjadi apa apa.
                “Iya, semoga kamu bisa bahagia sama Lilly, mungkin emang kalian udah jodoh, tuhan hanya menitipkan kamu ke aku di saat Lilly jauh dari sisimu”
        Ndien semakin hancur tatkala harus melepas dan mengikhlaskan pria yang ia cintai, pria yang memberi harapan namun jawaban yang menyakitkan bahkan ia pun tak percaya penantiannya sia-sia.
                “Aku minta maaf, sekali lagi aku Cuma sayang sama kamu meskipun aku akan menikah dengannya, aku harap kamu datang ketika aku undang sebagai tanda cinta kita tak mengenal perpisahan”
        Iyyu' pun tak menyangka hubungan mereka harus hancur karena dirinya, dia yang memberi harapan namun harus karenanya pula semua harapan itu hancur berkeping keping bahkan ia pun menyadari karenanya semua penantian mereka kini tiada arti.
                “Iya Iyyu', aku bakalan datang kok meskipun dengan hadirnya aku justru membuat aku semakin sakit karena janji kamu dulu aku yang akan berdiri di pelaminan jadi mempelai kamu malah sekarang aku di pelaminan hanya datang sebagai tamu undangan kamu.”
        Ucapan terakhir Ndien seraya menutup percakapan, mengakhiri telefon Iyyu', membuat pria tersebut diam seribu bahasa, ia mengaku salah telah membawa Ndien dalam penderitaan hubungan ini.
        Rasa tak percaya masih terus melayang dalam benak mereka, penantian selama 5 bulan berakhir sia sia, mereka harus berpisah karena jawaban yang mereka gantungkan pada masa lalu.
        Ndien  menunggu Iyyu' yang ingin bertemu sore itu, ada rasa canggung menjadi jarak mereka, bagaimana tidak hubungan mereka pun kini kandas, tak ada lagi harapan antara mereka yang tersisa hanya kenangan yang terus di hapuskan oleh airmata.
        Tak banyak kata yang Ndien keluarkan dari bibirnya, hanya air mata yang terus menerus mengalir seolah memberi isyarat pada Iyyu' bahwa ia kecewa dan hatinya terluka.
        Iyyu' pun demikian hanya mampu memandangi dan berusaha menenangkan gadis yang tengah menangis di hadapannya, tak banyak yang dapat ia lakukan sebab ia sadar mereka kini menjadi sepasang insane yang terpisah dan sama sama tersakiti.
                “Aku nggak mau egois, sebagai perempuan aku harus ikhlas kamu dengan dia, tapi sampai kapanpun kamu nggak akan menemukan sosok diriku pada wanita lain”

        Ucap Ndien meninggalkan pria yang pernah menyentuh hidupnya dan kini menyentuh bendungan air matanya yang tak dapat menghentikan tangisannya.

Senin, 09 Maret 2015

LAKKEAN INDO






    “Indo..”
Gumam Markus sembari menikmati pa’piong yang dihidangkan. Ia teringat setahun lalu saat menemani indo mencari daun mayana guna melengkapi kekhasan pa’piong.
      Sudah setahun lebih ia menemani indo di dalam pembaringannya menunggu rambu solo’ untuknya. Rambu solo’ akan dilaksanakan apabila semua anaknya telah kembali ke kampung halaman.
            “Ambe.. apakah rambu solo’ indo akan dilaksanakan?”
            “Ya harus ! dan kita harus menunggu kakakmu, hanya dia yang mampu membelikan imdo mu tedong bonga.”
            “Tedong bonga harganya ratusan juta  apa 1 ekor cukup ambe?”
            “Tidaklah nak ! indo mu bukan orang biasa, rambu solo’ indo mu akan dilaksanakan bila tedong bonga telah di ternak sebanyak mungkin.”
      Di temani kopinya Markus duduk dalam keheningan malam, tangannya tak henti membersihkan peti tempat indo di baringkan.
            “Dimana kami mengumpulkan persyaratan untuk rambu solo’ mu indo ?!” Batinnya menangis.
      Rasanya ia baru terlelap, tidurnya terganggu dengan suara gurauan yang di satu sisi pun terdengar isak tangis.
            “Kapan kau datang? Tak kau dengar kah berita kematian indo terhempas?”
            “Aku berlayar jauh di negeri seberang ! Libanon bukan tetangga Indonesia yang dekat !”
            “Sudah setahun lebih indo di lakkean, jalannya ke nirwana terhambat karena rambu solo’ hanya mimpi.”
      Indo beranakan tiga, Markus yang bungsu, kedua kakaknya tinggal jauh dari tana toraja dan hidup dalam perantauan di daerah orang.
      Yang sulung harus berlayar dan pulangnya pun 6 tahun sekali, sementara Helena yang kedua jauh di jayapura ikut suaminya.
      Hanya kedua kakaknya yang mampu memeberi tedong bonga sebagai persyaratan rambu solo’ ? dan beberapa sumbangan dari keluarga. Mereka sudah setahun lebih menyiapkan persyaratan agar dapat menurunkan indo nya dari lakkean dan melaksanakan upacara rambu solo’.

THE DAY YOU WENT AWAY

    



    Angin malam berhembus menyelimuti kesunyian di sepanjang jalan, hanya dedaunan yang berguguran dari rantingnya, hingga kelak ranting tersebut akan menumbuhkan daun-daun baru yang segar nan hijau.
                “Kin.. Bisa jemput aku di bandara gak? Aku udah balik nih.”
                “Kamu balik kok nggak bilang sih Din? Aku lagi di acara ulang tahun temen nih, ada band favorite aku sih mau minta tanda tangan mereka dulu tunggu bentar ya.”
                “Oh iya deh.” Balas Dinar.
        Persahabatan Kinar dan Dinar sudah lama sejak mereka masih duduk di bangku SMP, rumah mereka pun tak jauh jaraknya, hingga jika ada waktu kosong mereka sering menghabiskan waktu bersama.
        Kali ini Dinar baru pulang dari Bandung, saat neneknya meninggal tempo hari, ia mengajak Kinar namun di tolak dengan alasan rumahnya akan kosong jika ia ikut pergi, sebab orang tua Kinar pun masih di luar kota untuk urusan bisnis.
                “Kin.. Masih lama nggak? Gue takut nih”
                “Sabar Din, dikit lagi”
                “Oke deh.”
        Kinar memang sedikit egois dari Dinar, tak pernah mau mengalah tapi Dinar memaklumi hal itu mungkin saja karna Kinar merasa di manja oleh Dinar yang pemikirannya lebih dewasa dari Kinar.
                “Kinar kok matiin handphone-nya sih” Ucap Dinar lirih.
        Bermaksud menjemput Dinar, Kinar segera meninggalkan acara, dan mengaktifkan handphonenya yang sedari tadi ia matikan agar tak di ganggu oleh SMS Dinar.
                “Din.. Gue udah selesai nih, lo bagian mana gue jemput?”
        Kinar mengirim SMS untuk sahabatnya, namun tak dibalas Dinar, 15 menit mutar-mutar di sekitar bandara, ia tak menemukan Dinar, dan memutuskan untuk balik.
        Baru saja ingin menutup gerbang rumahnya, melintas mobil Ambulance dan tepat berhenti depan rumah Dinar. Kinar mengambil handphone untuk mengirim SMS, namun tiba-tiba saja beberapa SMS terpending masuk ke handphonenya.
                “20.45 : Kin.. cepet dong, gue sendiri nih !”
                “21.20 : Kin.. Masih lama yah?”
                “21.50 : Kin.. Gue takut ! ada yang merhatiin gue !”
                “22.15 : Gue balik yah, Gue Cuma mau lo tau gue dapat kenang-kenangan dari band favorite lo waktu gue di Bandung, ntar lo kerumah yah ambil di tas gue”
        Betapa menyesalnya Kinar membaca semua SMS Dinar yang sengaja ia abaikan demi kesenangannya, sementara sahabatnya telah di buru kematian yang seharusnya ia sadari bahwa Dinar membutuhkannya.
                “Sahabat apa kau !! Dinar memilih menunggu di jemput oleh mu, berapa kali aku membujuknya pulang namun ia menunggu mu !!”
        Caci maki itu terus ia dengar kala kakinya mulai mendekati mayat sahabatnya, dengan semua rasa bersalah yang menggunung ia memeluk Dinar yang terlentang tanpa nyawa di hadapannya.
                “Dinar meregang nyawa di tangan perampok.” Jelas ibu Dinar.
                “Maafin aku Din, bangun dong aku tau aku salah !”
                “Dia itu menunggu kamu Kin.. Bukan kematiannya, kamu lalai.. Sekarang bukan hanya kamu yang kehilangan Dinar tapi kita semua” Ungkap kakak Dinar yang sedari tadi menatap Kinar penuh amarah.
        Mungkin Kinar tak menyadari bahwa pershabatannya dengan Dinar bukanlah hal sepele buat Dinar yang menunggu kebersamaan bersamanya hingga merenggang nyawa.