Angin malam berhembus
menyelimuti kesunyian di sepanjang jalan, hanya dedaunan yang berguguran dari
rantingnya, hingga kelak ranting tersebut akan menumbuhkan daun-daun baru yang
segar nan hijau.
“Kin.. Bisa jemput aku di bandara gak? Aku udah balik
nih.”
“Kamu balik kok nggak bilang sih Din? Aku lagi di
acara ulang tahun temen nih, ada band favorite aku sih mau minta tanda tangan
mereka dulu tunggu bentar ya.”
“Oh iya deh.” Balas Dinar.
Persahabatan Kinar dan Dinar sudah lama sejak mereka masih
duduk di bangku SMP, rumah mereka pun tak jauh jaraknya, hingga jika ada waktu
kosong mereka sering menghabiskan waktu bersama.
Kali ini Dinar baru pulang dari Bandung, saat neneknya
meninggal tempo hari, ia mengajak Kinar namun di tolak dengan alasan rumahnya
akan kosong jika ia ikut pergi, sebab orang tua Kinar pun masih di luar kota
untuk urusan bisnis.
“Kin.. Masih lama nggak? Gue takut nih”
“Sabar Din, dikit lagi”
“Oke deh.”
Kinar memang sedikit egois dari Dinar, tak pernah mau
mengalah tapi Dinar memaklumi hal itu mungkin saja karna Kinar merasa di manja
oleh Dinar yang pemikirannya lebih dewasa dari Kinar.
“Kinar kok matiin handphone-nya sih” Ucap Dinar
lirih.
Bermaksud menjemput Dinar, Kinar segera meninggalkan acara,
dan mengaktifkan handphonenya yang sedari tadi ia matikan agar tak di ganggu
oleh SMS Dinar.
“Din.. Gue udah selesai nih, lo bagian mana gue
jemput?”
Kinar mengirim SMS untuk sahabatnya, namun tak dibalas Dinar,
15 menit mutar-mutar di sekitar bandara, ia tak menemukan Dinar, dan memutuskan
untuk balik.
Baru saja ingin menutup gerbang rumahnya, melintas mobil
Ambulance dan tepat berhenti depan rumah Dinar. Kinar mengambil handphone untuk
mengirim SMS, namun tiba-tiba saja beberapa SMS terpending masuk ke handphonenya.
“20.45 : Kin.. cepet dong, gue sendiri nih !”
“21.20 : Kin.. Masih lama yah?”
“21.50 : Kin.. Gue takut ! ada yang merhatiin gue !”
“22.15 : Gue balik yah, Gue Cuma mau lo tau gue dapat
kenang-kenangan dari band favorite lo waktu gue di Bandung, ntar lo kerumah yah
ambil di tas gue”
Betapa menyesalnya Kinar membaca semua SMS Dinar yang sengaja
ia abaikan demi kesenangannya, sementara sahabatnya telah di buru kematian yang
seharusnya ia sadari bahwa Dinar membutuhkannya.
“Sahabat apa kau !! Dinar memilih menunggu di jemput
oleh mu, berapa kali aku membujuknya pulang namun ia menunggu mu !!”
Caci maki itu terus ia dengar kala kakinya mulai mendekati
mayat sahabatnya, dengan semua rasa bersalah yang menggunung ia memeluk Dinar
yang terlentang tanpa nyawa di hadapannya.
“Dinar meregang nyawa di tangan perampok.” Jelas ibu
Dinar.
“Maafin aku Din, bangun dong aku tau aku salah !”
“Dia itu menunggu kamu Kin.. Bukan kematiannya, kamu
lalai.. Sekarang bukan hanya kamu yang kehilangan Dinar tapi kita semua” Ungkap
kakak Dinar yang sedari tadi menatap Kinar penuh amarah.
Mungkin Kinar tak menyadari bahwa pershabatannya dengan Dinar
bukanlah hal sepele buat Dinar yang menunggu kebersamaan bersamanya hingga
merenggang nyawa.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar