Sore itu nampak ramai kendaraan berlalu lalang, nampak seorang gadis di seberang jalan yang ingin menyebrang, dengan gamis biru muda yang dipadukan hijab biru pun ia nampak terlihat mempesona dan anggun.
Sebut saja Qhalisah, gadis berumur 22 tahun, sore ini ia akan
mengurus gaun pengantinnya, yah Qhalisah akan menikah dengan seorang pria
pilihan orang tuanya minggu depan, segala sesuatu telah dirancang dan
dipersiapkan se-istimewa mungkin sebab Qhalisah merupakan putri tunggal.
“Assalamu alaikum mba’ ?” sapa Qhalisah memasuki
butik pengantin tersebut.
“Wa’alaikum salam Qhalisah, coba lihat gaun mu akan
sangat cantik saat kau kenakan senin nanti” Jawab desainer itu seraya merangkul
gadis lugu itu.
Qhalisah hanya menguraikan senyum kecil dari wajahnya, seakan
bahagia dengan pernikahan tersebut meski hatinya berkata tidak ia berusaha
ikhlas demi baktinya untuk sang ayah dan bunda. Ia tak pernah mampu menolak
keinginan kedua orang tuanya.
Hari yang dinanti kedua keluarga telah tiba pada harinya, hari
dimana Qhalisah akan halal menjadi seorang istri, dan berkewajiban penuh
menjadi makmum yang sholehah.
“Qhalisah, sebentar lagi kamu akan resmi menjadi
istri orang, hormati suami mu untuk menjaga nama baik ayah dan bunda yah !”
Nasehat sang bunda sembari membawakan penutup hijab putrinya.
“Insya allah bunda, Qhalisah sepenuhnya ikhlas agar
pernikahan ini di ridhai allah dan rumah tangga kami selalu di sertai wangian
syurga.” Jawab Qhalisah menitikan airmatanya memeluk sang bunda.
Detik detik berlalu Qhalisah telah resmi menjadi seorang
istri yang tsah, para tamu undangan nampak heran dan terkagum-kagum melihat
sang mempelai wanita yang mengeluarkan aura bercahaya tak seperti pengantin
biasanya, Qhalisah nampak lebih anggun berseri dan bercahaya.
Hingga malam resepsi tak ada yang berubah dari wajah sang
mempelai wanita, ia tetap terlihat berseri-seri, senyumnya yang indah seakan
memperlihatkan betapa sempurnanya ia malam ini. Qhalisah memang terkenal
sebagai gadis yang cantik nan sholehah, semua orang di sekitarnya pun tau akan
hal itu, dan tidaklah heran jika resepsinya malam ini sengaja di buat
sesempurna mungkin tanpa memikirkan biaya lagi.
“Bunda, Qhalisah mau kekamar sebentar mau shalat isya
dulu.”
“Nanti saja nak, banyak tamu undangan, masa kamu mau
meninggalkan suami mu sendiri !” Sergah bundanya.
“Kenapa bunda? Hanya 5 menit bukan waktu yang lama,
apa bunda takut make up aku luntur karena ber-wudhu? Sesungguhnya biarlah aku
tak terlihat cantik di hadapan manusia namun nampak cantik dihadapan allah.”
Sang bunda mengizinkannya pergi meninggalkan resepsi.
Qhalisah tak pernah mau meninggalkan shalat 5 waktu dalam keadaan apapun selagi
ia masih sanggup melakukannya.
Dengan gaun pengantin yang ia kenakan, ia melaksanakan shalat
isya, namun allah berkehendak lain di sujud terakhirnya allah menjemput sang
pengantin, allah mengambil nyawa hamba yang ia cintai ini. Dengan gaun
pengantin putih dalam keadaan sujud sang pengantin dijemput kembali ke
rahmatullah allah.
“Lohh nona Qhalishah, bukannya saya sudah bilang biar
saya yang ambilkan bunganya.”
Tegur sang pembantu sembari meraih bunga pengantin di meja
rias, di tolehnya kembali Qhalishah tak kunjung bangkit dari sujudnya, dengan
hati-hati ia mendekati sang pembantu.
“Nyonyaaa… Nyonya !!” Teriaknya penuh kecemasan.
Suasana kamar menjadi dingin dan hening tak ada sepatah
katapun yang keluar dari mulut mereka yang berdatangan di kamar pengantin.
“Lalu.. Siapa yang menjadi pengantin ku di pelaminan
tadi bu?” Tanya mempelai pria.
Tak ada jawaban, semua melempar pandangan penuh pertanyaan
siapa pengantin wanita di sana, sedangkan di kamar pengantin Qhalisah meninggal
pada saat masih dalam keadaan sujud, Dan baru diketahui sementara resepsi masih
berlangsung.
Sang bunda diam membisu, mengingat kalimat Qhalishah, sangat
jelas di ingatannya saat sang putri berpamitan untuk shalat isya, apa mungkin
itu pamitannya untuk pergi slamanya juga? Allahu alam.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar