Segelas
kopi hitam menemani malam sunyi Farel, dalam keheningan pikirannya terus
beradu, tak habis fikir ia pada kekasihnya yang akhir-akhir ini memberi
perubahan melalui sikap yang sering di torehkannya pada kisah cinta mereka yang
sudah setahun lebih mereka lalui bersama.
Sebut
saja Fanny, mahasiswi dari sebuah universitas swasta. Fanny adalah sosok wanita
yang telah berjanji setia pada farel sekitar 14 bulan yang lalu, namun 3 bulan
belakangan semua janji itu seakan pudar.
Farel
merasakan perubahan pada kekasihnya, namun ia lebih menghindari pertengkaran
dan menyebabkannya untuk terus diam membisu meskipun seringkali rasa sesak di
dadanya ingin bertanya “
Apa yang terjadi dalam hubungan mereka ? Apa ia bersalah ?“
“Sayang, lagi dimana? Sibuk yah? Kok nggak
pernah kasih kabar?”Farel
mengirimkan pesan singkat pada kekasihnya.
“Gue sibuk ganggu aja sih lo?”
Jawaban
yang tak pernah di duga Farel sebelumnya, Fanny bisa sekasar itu membalas
sapaan lembut dari pria yang sering memujanya selama ini. Entah apa yang
terjadi pada kekasihnya, farel tetap bungkam dan berusaha untuk mengalah
berharap Fanny menyadari sikapnya telah melukai pria yang selama ini
mencintainya.
“Ya udah maaf aku ganggu kamu, tapi bisa
nggak temui aku di tempat biasa besok malam jam 7” Balasnya setengah memohon.
“Iya bisa.” Jawab Fanny singkat.
Pagi
yang di tunggu tunggu Farel rasanya ingin ia membuat waktu berjalan cepat dan
segera malam, sebab malam ini ia telah menyiapkan suatu kejutan untuk wanita
yang ia cintai selama 14 bulan ini.
Namun
ada sedikit rasa cemas di relung hatinya, pagi ini ia tak menemukan sosok Fanny
meskipun hanya sekilas untuk melihat kekasihnya. Langkahnya menyusuri tiap tiap
sudut kampus namun hasilnya nihil.
“Kamu lihat Fanny nggak?” Tanyanya pada teman
kelas Fanny.
“Fanny? Ada di kantin belakang. Matanya
sembab, pipinya merah”
“Sembab?” Fanny habis nangis?
Ada apa? Pipinya merah? Apa mungkin mamanya yang tlah menamparnya? Gumam Farel
dalam hati.
“Dengar dari percakapannya sama temannya
sih, Fanny habis di pukul sama Rhyan anak seni”Lanjut temannya menjelaskan.
Tanpa
melewatkan sedetikpun Farel menghampiri Fanny dan menanyakan kebenaran hal
tersebut. Fanny diam sikapnya dingin.
“Lo nggak usah ikut campur” Jawabnya singkat
seraya memalingkan pandangannya, berharap Farel melupakan masalah ini.
Farel
tak mampu menerima keadaan ini, melihat kekasihnya disakiti dan mengeluarkan
air mata membuatnya tak mampu membendung amarahnya. Jelas saja, di matanya
Fanny merupakan tissue putih bersih yang lembut dan selalu dijaganya, dan
dengan sengajanya orang lain membuat tissue itu kusut dan rusak.
Fanny
berusaha menahan Farel agar tak menghampiri Rhyan, sikapnya mencurigakan namun
berusaha ia menyembunyikan sesuatu yang tak ingin Farel ketahui.
“Apa apaan lo?” Suara lantang
terdengar dari Rhyan tatkala sebuah pukulan ia terima dari Farel.
“Gue nggak terima lo nampar Fanny !”
“Urusan lo apa? Suka suka gue, Fanny
cewek gue! terserah gue”
Jawaban
Rhyan membuatnya tercengang, ia mundur pelan, menatap kearah kekasihnya, hatinya
hancur bagaikan godam memukulnya, rasa tak percaya membuatnya diam, Fanny
membuang tatapannya keluar kelas airmata penyesalan menetes hingga kebibir.
Farel
meninggalkan keheningan dalam kelas itu, meninggalkan kekasihnya dengan pria
itu, pria yang memeluk kekasihnya di belakang matanya. Sementara Fanny
memutuskan hubungan dengan Rhyan namun tetap ia biarkan Farel tanpa memberi
penjelasan sedikitpun.
“Sayang, kamu dimana? Aku udah menunggu kamu di tempat biasa ya.” Farel mengirim pesan
singkat pada Fanny, gadis yang baru saja menghianatinya.
“Lo nggak sabaran amat sih, tunggu aja
kali.”
Sekitar
10 menit Farel menunggu di sebuah Caffe klasik di pinggir jalan, Fanny pun tiba
dengan blouse sederhana namun nampak anggun ia kenakan di padu dengan wajahnya
yang chubby dan putih dan sedikit polesan merah dibibirnya yang mungil, mungkin
inilah yang mampu membuat Farel bertahan dengannya meskipun tak jarang ia
mendapat perlakuan kasar kekasihnya.
“Ngapain lo ngajak gue kesini? Mau bahas
yang tadi siang? Udah basi”Tanya
gadis itu sewot.
“Nggak sayang, masalah itu kita lupain
aja ya kita focus ke hubungan kita kedepan, aku mau ngasih ini”Farel mengeluarkan
sesuatu dari saku jacketnya.
Fanny
mengambil benda tersebut namun tak sedikit pun ada rasa bersalah akan semua
yang di lakukannya akhir akhir ini, yang seharusnya membuat Farel protes namun
pria itu lebih memilih diam karna rasa sayangnya pada kekasihnya.
“Apa ini? Kotak music aja? Ini sih gue
juga bisa beli ! Lo ngasih kalung berlian gitu atau cincin permata, ini sih
sampah !”
Fanny
mengambil kotak music tersebut dengan iringan makian yang tak sepatutnya ia
keluarkan, ia melepar kotak itu dan terhampar kejalan raya. Tanpa ia duga pun
Farel nekad berlari ke jalan.
Baru
saja ia menyebrang dan mendapatkan kotak music itu, tuhan berkehendak lain,
mobil melaju kencang dan menabrak Farel tepat di hadapan kekasihnya, mobil tak
berhenti dan melarikan diri. Sementara Farel terkulai lemas.
Fanny
menyesal, tetes demi tetes air matanya jatuh, namun semua penyesalannya percuma,
ia memeluk Farel yang bercucuran darah, dengan sisa tenaganya Farel memberi
kotak music itu ke tangan Fanny kekasihnya.
“Terimalah ini, aku sayang kamu tulus.
Terima kasih udah menemani hidupku selama 14 bulan ini.”
Hembusan
nafas terakhir Farel ia hembuskan dalam dekapan wanita yang ia cintai, wanita
yang pernah menghianatinya, wanita yang selalu membalas kelembutan cintanya
dengan sikap kasarnya Dalam dekapan kekasih terakhirnya.
Fanny
mengambil kotak music tersebut dan membukannya sebuah cincin permata berputar
mengelilingi sudut demi sudut dengan alunan lembut dan kata-kata “Are You Still Marry Me
“

Tidak ada komentar:
Posting Komentar