Senin, 09 Maret 2015

STORY OF DECEMBER


   



 “ Untuk tahun ini aku mau sendiri Ndien, kamu ngerti yah, aku capek pacaran “
       Pesan singkat yang di terimanya seakan berhembus begitu saja mengusap kalbu yang menyesakkan dada, menutupi keheningan rindu yang tersirat dalam hati.
       Ndien tak mampu menahan bendungan air mata yang kini jebol menerima keputusan terakhir dari pria yang ia anggap kekasih.
       Dengan sentuhan kecil pada keyboard laptop, jemarinya terus menelusuri bait-bait isi pesan singkatnya bersama Anmus, banyak kalimat yang membuat hatinya sesak teriris.
       Yah, pria itu Anmus. Pria dewasa 12 tahun diatasnya, 5 bulan menjalin hubungan dengannya, dan memutuskan kisah itu begitu saja melalui sebuah pesan udara (chatting).
              “ Aku memulai dengan caraku, dan kau mengakhirinya dengan caramu sendiri “ Gumam Ndien.
       Yang ia tau pasti ada wanita lain di sisi pria itu, selain dirinya yang slalu berperan dalam drama cinta mereka, kisah masa lalu Anmus masih terlibat, dan sekarang mungkin saja gadis itu yang utama, bukan lagi Ndien.
       Jauh sebelum mengenal Ndien, Anmus menghabiskan waktunya bercinta dengan mahasiswi di sebuah universitas di kota mereka, 2 tahun lamanya kisah itu terjalin dramatis, kata Anmus gadis itu tak pernah berlaku lembut terhadapnya, lalu.. Kenapa di pertahankan?
       Ndien juga tahu siapa gadis itu, dan juga tahu kisah itu. Menurutnya gadis itu hanyalah beban, bagaimana tidak? Meskipun kini keberadaannya sudah jauh dari  Anmus tetap saja ia selalu berperan penting dalam hubungan mereka, apalagi saat mereka bertengkar, Damn.
              “ Hubungan ku dengan Prida sudah tak mungkin ku lanjut, aku hanya ingin menjelaskan di keluarganya bahwa kami sudah pisah baik-baik “
       Ndien sangat ingat kalimat itu yang Anmus gunakan untuk melerai pertengkaran mereka beberapa bulan lalu, Sih Prida namanya, Pria itu juga sempat bilang akan melamar Ndien setelah urusannya dengan gadis itu selesai.
       Tepatnya waktu hubungan mereka jalan 2 bulan, tepatnya bulan agustus kemarin.
              “ Kamu sabar nunggunya yah, kan semua akan indah pada waktunya. “
              “ hmm iyah sayang.” Balas Ndien penuh harap.
              “ Kalau bukan karna sayang, sabar dan menunggu mustahil ku lakukan saat ini ! ” Desis Ndien.
       Dengan tatapan penuh kasih, Ndien mencoba menyusup menelusuri ruang-ruang mata kekasih-nya berharap tak akan pernah menemukan sandiwara di balik hubungannya.
       Ndien tau kekasihnya berdusta, dan kembali menjalin kasih dengan Prida, namun apa boleh buat jika Anmus pun memulainya kembali dengan sang mantan.
       Seribu tanya sesak di dadanya, apa maksud ini semua ?
              “ Ada kisah lagi antara kalian ?”
              “ Aku dan Prida sudah usai, tak perlu curiga begitu sayang “ Ungkap Anmus menenangkan.
              “ Kamu yakin tidak sedang berbohong ?”
              “ Iya” Jawabnya dingin.
       Ndien percaya semua sudah di tuliskan di tangan tuhan, iya percaya saat ini hubungan mereka masih berada pada paragraph yang penuh cobaan.
       Akhir-akhir ini mereka lebih banyak bertengkar dan putus-nyambung, entah apa sebabnya, sekalipun hanya masalah kecil, terlebih Ndien yang merasa lelah terus di bohongi akan kedustaan kekasihnya.
              “ Kita putus aja yah “ Ucap Ndien Lirih.
              “ Kenapa? Ada Apa sih?”
              “Yaudah, jelasin foto ini ! “ Balas Ndien memberikan sebuah foto pada kekasihnya.
       Mungkin saja Ndien diam saat di khianati, namun jika penghianatan itu di depan mata siapa pun akan putus asa melanjutkan komitmen tersebut.
       Sebulan sudah hubungan mereka berakhir, menghempaskan semua asa, merenggut semua mimpi.
              “ Aku janji penantian kamu nggak akan sia-sia dan kamulah pemenangnya nanti “
       Ndien sangat ingat ucapan itu keluar dari bibir kekasihnya pada saat ia mulai letih bersabar saat ia benar-benar muak terhadap tingkah Prida yang terus jadi bayang-bayang suram antara mereka.
       Masih banyak lagi ucapan manis dari pria tersebut, Ndien begitu luluh kala itu.
              “Kamu kalau galau jangan dibuat jadi status, cerita ke aku biar aku tenangin perasaanmu sayang”
       Dan masih banyak lagi tanggapan manis Anmus tatkala membaca tiap-tiap status galau sang kekasih di social network.
              “Andai aja kamu paham hati ku, Mungkin takkan pernah ada air mata”
       Air mata itu menetes seiring lentikkan jarinya membaca semua kata-kata manis yang dulu jadi obat penenang.
       Ndien sadar tak mungkin ia terus terpuruk seperti ini, dan kemana lagi ia membuyarkan rasa sakit di hatinya, gimana nggak sakit? Sekian lama di suruh menunggu, setia bersabar, ternyata yang di harapkan kembali ke masa lalu, yang tak lebih baik dari Ndien, It’s so fuck.
       Semua kekecewaannya ia tumpahkan dalam inspirasi membuat karya baru dalam sebuah cerpen, mungkin saja takkan banyak yang tau kisahnya sepahit ini, namun ini bukan cerita FTV yang happy ending, Gumamnya.
              “Oh gitu mba’.. Aku nitip salam aja ke mereka semoga pernikahaannya berkah”
       Ndien baru saja membalas pesan dari keluarga Anmus, yang memberinya kabar mengenai pernikahan pria itu bersama wanita yang sejak dulu ada di tengah mereka.
              “Kamu nggak datang dek?”
              “Nggak bisa mba’ lagi sibuk”
       Semua itu sandiwara, dan sungguh acting yang hebat bagi Ndien, kenapa tidak jujur saja? Kenapa harus orang lain yang katakan? Bagaikan mahkota tanda tanya selalu mengelilingi kepala gadis ini.
              “Dia ini berusaha menjaga perasaan ku atau secara halus mainin perasaan ku” Batin Ndien.
       Berusaha untuk tak peduli lagi adalah caranya mengatasi perasaannya saat ini, ia mungkin memaafkan mereka yang menyakitinya namun tak semudah itu pula Ndien melupakan cara mereka menyakiti hati Ndien hingga kini.


              “Semoga pilihan mu itu yang terbaik, namun sampai kapanpun takkan pernah kau temukan sosok seperti ku pada wanita lain, di diri istri mu sekalipun”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar