“ Untuk tahun ini aku mau sendiri Ndien, kamu ngerti
yah, aku capek pacaran “
Pesan singkat yang di terimanya seakan berhembus begitu saja
mengusap kalbu yang menyesakkan dada, menutupi keheningan rindu yang tersirat
dalam hati.
Ndien tak mampu menahan bendungan air mata yang kini jebol
menerima keputusan terakhir dari pria yang ia anggap kekasih.
Dengan sentuhan kecil pada keyboard laptop, jemarinya terus
menelusuri bait-bait isi pesan singkatnya bersama Anmus, banyak kalimat yang membuat
hatinya sesak teriris.
Yah, pria itu Anmus. Pria dewasa 12 tahun
diatasnya, 5 bulan menjalin hubungan dengannya, dan memutuskan kisah itu begitu
saja melalui sebuah pesan udara (chatting).
“ Aku memulai dengan caraku, dan
kau mengakhirinya dengan caramu sendiri “ Gumam Ndien.
Yang ia tau pasti ada wanita lain di sisi
pria itu, selain dirinya yang slalu berperan dalam drama cinta mereka, kisah
masa lalu Anmus masih terlibat, dan sekarang mungkin saja gadis itu yang utama,
bukan lagi Ndien.
Jauh sebelum mengenal Ndien, Anmus
menghabiskan waktunya bercinta dengan mahasiswi di sebuah universitas di kota
mereka, 2 tahun lamanya kisah itu terjalin dramatis, kata Anmus gadis itu tak
pernah berlaku lembut terhadapnya, lalu.. Kenapa di pertahankan?
Ndien juga tahu siapa gadis itu, dan juga
tahu kisah itu. Menurutnya gadis itu hanyalah beban, bagaimana tidak? Meskipun
kini keberadaannya sudah jauh dari Anmus
tetap saja ia selalu berperan penting dalam hubungan mereka, apalagi saat
mereka bertengkar, Damn.
“ Hubungan ku dengan Prida sudah
tak mungkin ku lanjut, aku hanya ingin menjelaskan di keluarganya bahwa kami
sudah pisah baik-baik “
Ndien sangat ingat kalimat itu yang Anmus
gunakan untuk melerai pertengkaran mereka beberapa bulan lalu, Sih Prida namanya,
Pria itu juga sempat bilang akan melamar Ndien setelah urusannya dengan gadis
itu selesai.
Tepatnya waktu hubungan mereka jalan 2
bulan, tepatnya bulan agustus kemarin.
“ Kamu sabar nunggunya yah, kan
semua akan indah pada waktunya. “
“ hmm iyah sayang.” Balas Ndien
penuh harap.
“ Kalau bukan karna sayang, sabar
dan menunggu mustahil ku lakukan saat ini ! ” Desis Ndien.
Dengan tatapan penuh kasih, Ndien mencoba
menyusup menelusuri ruang-ruang mata kekasih-nya berharap tak akan pernah
menemukan sandiwara di balik hubungannya.
Ndien tau kekasihnya berdusta, dan
kembali menjalin kasih dengan Prida, namun apa boleh buat jika Anmus pun
memulainya kembali dengan sang mantan.
Seribu tanya sesak di dadanya, apa maksud
ini semua ?
“ Ada kisah lagi antara kalian ?”
“ Aku dan Prida sudah usai, tak
perlu curiga begitu sayang “ Ungkap Anmus menenangkan.
“ Kamu yakin tidak sedang
berbohong ?”
“ Iya” Jawabnya dingin.
Ndien percaya semua sudah di tuliskan di
tangan tuhan, iya percaya saat ini hubungan mereka masih berada pada paragraph
yang penuh cobaan.
Akhir-akhir ini mereka lebih banyak
bertengkar dan putus-nyambung, entah apa sebabnya, sekalipun hanya masalah
kecil, terlebih Ndien yang merasa lelah terus di bohongi akan kedustaan
kekasihnya.
“ Kita putus aja yah “ Ucap Ndien
Lirih.
“ Kenapa? Ada Apa sih?”
“Yaudah, jelasin foto ini ! “
Balas Ndien memberikan sebuah foto pada kekasihnya.
Mungkin saja Ndien diam saat di khianati,
namun jika penghianatan itu di depan mata siapa pun akan putus asa melanjutkan
komitmen tersebut.
Sebulan sudah hubungan mereka berakhir,
menghempaskan semua asa, merenggut semua mimpi.
“ Aku janji penantian kamu nggak
akan sia-sia dan kamulah pemenangnya nanti “
Ndien sangat ingat ucapan itu keluar dari
bibir kekasihnya pada saat ia mulai letih bersabar saat ia benar-benar muak
terhadap tingkah Prida yang terus jadi bayang-bayang suram antara mereka.
Masih banyak lagi ucapan manis dari pria
tersebut, Ndien begitu luluh kala itu.
“Kamu kalau galau jangan dibuat jadi
status, cerita ke aku biar aku tenangin perasaanmu sayang”
Dan masih banyak lagi tanggapan manis
Anmus tatkala membaca tiap-tiap status galau sang kekasih di social network.
“Andai aja kamu paham hati ku,
Mungkin takkan pernah ada air mata”
Air mata itu menetes seiring lentikkan
jarinya membaca semua kata-kata manis yang dulu jadi obat penenang.
Ndien sadar tak mungkin ia terus terpuruk
seperti ini, dan kemana lagi ia membuyarkan rasa sakit di hatinya, gimana nggak
sakit? Sekian lama di suruh menunggu, setia bersabar, ternyata yang di harapkan
kembali ke masa lalu, yang tak lebih baik dari Ndien, It’s so fuck.
Semua kekecewaannya ia tumpahkan dalam
inspirasi membuat karya baru dalam sebuah cerpen, mungkin saja takkan banyak
yang tau kisahnya sepahit ini, namun ini bukan cerita FTV yang happy ending,
Gumamnya.
“Oh
gitu mba’.. Aku nitip salam aja ke mereka semoga pernikahaannya berkah”
Ndien baru saja membalas pesan dari
keluarga Anmus, yang memberinya kabar mengenai pernikahan pria itu bersama wanita
yang sejak dulu ada di tengah mereka.
“Kamu nggak datang dek?”
“Nggak bisa mba’ lagi sibuk”
Semua itu sandiwara, dan sungguh acting
yang hebat bagi Ndien, kenapa tidak jujur saja? Kenapa harus orang lain yang
katakan? Bagaikan mahkota tanda tanya selalu mengelilingi kepala gadis ini.
“Dia ini berusaha menjaga perasaan
ku atau secara halus mainin perasaan ku” Batin Ndien.
Berusaha untuk tak peduli lagi adalah
caranya mengatasi perasaannya saat ini, ia mungkin memaafkan mereka yang
menyakitinya namun tak semudah itu pula Ndien melupakan cara mereka menyakiti
hati Ndien hingga kini.
“Semoga pilihan mu itu yang
terbaik, namun sampai kapanpun takkan pernah kau temukan sosok seperti ku pada
wanita lain, di diri istri mu sekalipun”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar